Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018, tentang sejumlah layanan yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sampai sekarang masih berlaku.
Fahmi Idris Direktur Utama BPJS Kesehatan, di dalam forum rapat Komisi IX DPR, Senin (17/9/2018) kemarin, mengaku sudah ada rencana untuk melakukan pencabutan.
Tapi, rencana pencabutan peraturan itu belum terlaksana karena rapat khusus yang rencananya digelar pekan lalu, mengalami penundaan.
Sementara, Dede Yusuf Ketua Komisi IX DPR mengatakan masih ada perdebatan antara Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan terkait rencana pencabutan peraturan tersebut.
“Kemarin kami masih berdebat soal Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan terkait katarak, anak bayi baru lahir, dan fisioterapi. Komisi IX DPR minta itu dicabut, tapi Direksi BPJS Kesehatan masih berargumen kalau itu dicabut akan mengganggu berbagai hal. Padahal, kalau peraturan itu dicabut cuma berpotensi merugikan Rp300 miliar, angka itu tidak signifikan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Supaya tidak terkesan ada masalah antarlembaga pemerintah, Komisi IX DPR memberi waktu dua minggu kepada BPJS Kesehatan menyelesaikan persoalan dengan pihak pemerintah yang terkait.
Kemudian, DPR akan kembali menggelar rapat dengan Direktur BPJS Kesehatan.
Dede Yusuf menegaskan, Komisi IX DPR akan menekan pemerintah, kalau BPJS Kesehatan menunda-nunda pencabutan peraturan yang membatasi layanan kesehatan.
Sekadar diketahui, BPJS Kesehatan berupaya melakukan efisiensi pengeluaran untuk mengurangi defisit anggaran tahun 2018 yang diperkirakan mencapai Rp16,5 triliun.
Antara lain, dengan mengeluarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3 dan 5 Tahun 2018, yang mulai berlaku 21 Juli 2018.
Dalam peraturan tersebut, bayi baru lahir dengan kondisi sehat pascaoperasi caesar atau normal dengan atau tanpa penyulit, dibayar dalam satu paket persalinan.
Kemudian, penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan kalau visus kurang dari 6/18. Tapi, jumlah pasien operasi katarak dibatasi dengan kuota.
Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan itu juga membatasi tindakan rehabilitasi medis (fisioterapi), dua kali per minggu, atau delapan kali dalam satu bulan. (rid/iss/ipg)