Sebanyak tujuh Warga Negara Asing (WNA) asal China ditangkap Ditreskrimsus Polda Jatim terkait kasus judi online dan penyalahgunaan izin tinggal WNA. Tersangka yang terdiri dari satu perempuan dan enam orang laki-laki ini diamankan di sebuah perumahan elite di Surabaya.
AKBP Arman Asmara Wadir Reskrimsus Polda Jatim mengatakan, ketujuh tersangka ini menggunakan visa kunjungan wisatanya selama dua bulan untuk mengoperasikan akun judi online. Untuk menggaet pelanggan judi online, para tersangka membuat sebuah game online.
Setelah tertarik, tersangka akan mengajak pengguna game online tersebut untuk masuk ke sebuah website dan ikut bermain judi online. Tidak heran, modusnya ini mampu meraup keuntungan hingga 5.000 yuan atau sekitar Rp10 juta per harinya.
Rata-rata para pelanggan judi online ini berasal dari China. Aksi ini telah mereka lakukan selama dua bulan di Surabaya dengan pertimbangan lebih aman dilancarkan. Karena menurut pengakuan mereka, judi online dilarang di negaranya.
“Kasus ini terbongkar karena ada laporan dari masyarakat, ada WNA yang membeli sejumlah barang elektronik yang ternyata digunakan untuk judi ini. Bersama tim Imigrasi, ternyata mereka ke Indonesia menggunakan visa kunjungan wisata dan datang ke Surabaya untuk bekerja judi online,” kata Arman, Senin (24/12/2018).
Adapun tersangka yang berhasil diamankan, kata dia, yaitu berinisial ZL, ZY, GX, GG, HS, CQ dan GG. Dari ketujuh tersangka ini, paling tua berusia 35 tahun dan paling muda 19 tahun. Rata-rata tingkat pendidikan mereka adalah lulusan SMA di China.
Terbongkarnya kasus judi online dan penyalahgunaan visa WNA ini, bukan menjadi akhir untuk polisi melakukan penyelidikan. Sebab, pihaknya masih terus melakukan pendalaman terkait siapa yang membawa mereka ke Indonesia. Termasuk adanya dugaan oknum atau orang Indonesia yang terlibat dalam kasus ini.
“Kami masih melakukan pendalaman apakah ada orang Indonesia yang turut terlibat dari kasus ini. Lalu siapa yang membawa mereka kesini dan memberi tempat tinggal,” tambahnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian pasal 122 huruf a UU Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp500 juta. (ang/dim/ipg)