Barongsai, salah satu produk budaya Tionghoa, kini semakin akrab dengan perayaan-perayaan umat Muslim di Indonesia. Berbagai perayaan, mulai dari peringatan Maulid Nabi hingga Tahun Baru Islam, sudah akrab mengundang kesenian Barongsai ini.
Chriswanto Ketua Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) Surabaya menyebut, sejak 10 tahun terakhir, Barongsai sudah melebur menjadi kebudayaan semua orang, termasuk umat muslim. Umat muslim juga sudah terbuka dengan kesenian ini.
“Pemain-pemain barongsai di sasana saya juga mayoritas muslim,” kata Chriswanto yang juga Dewan Pembina Sasana Wushu Lima Naga itu ketika ditemui usai gelaran Kirab Budaya memperingati Maulid Nabi 1440 H di Kelurahan Rangkah, Surabaya, Selasa (20/11/2018).
Ia menjelaskan, Barongsai dibagi tiga jenis, yaitu keagamaan, olahraga, dan pariwisata. Pada acara-acara seperti Maulid Nabi atau khitan massal, Barongsai di kategori Pariwisata bisa ditampilkan.
Chriswanto mengaku sudah sering diundang di acara-acara umat muslim. Terbaru, ia diundang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya untuk mengisi acara Kirab Budaya memperingati Maulid Nabi 1440 H di kelurahan Rangkah, Surabaya pada Selasa (20/11/2018).
Pada acara ini, Ia mendatangkan 3 barongsai karena melihat kondisi jalan. Warga sangat antusias melihat barongsai hadir di Kirab Budaya tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh Mujid Ketua RT 2 RW 6 Rangkah Buntu, Surabaya. Ia senang dengan adanya Barongsai di acara Maulid Nabi Tahunan tersebut. Menurutnya, ini akan menambah kebersamaan dan rasa guyub antar kebudayaan.
“Seperti pesan Gus Dur, kan seperti itu,” katanya.
Selain di acara tersebut, sebelumnya Sasana Barongsai milik Chriswanto sudah pernah diundang ke banyak perayaan umat muslim. Dia pernah diundang oleh salah satu pondok pesantren di Driyorejo, Gresik untuk acara sunatan massal. Ia juga sering diundang untuk menghibur tamu-tamu hajatan umat islam seperti Khitanan.
Tak hanya itu, acara Grebeg Suro atau peringatan 1 Muharram di Gunung Kawi, Jawa Timur, juga sering mengundang Barongsai. Ia menyebut, hal ini adalah tren positif karena setiap kebudayaan bisa berkembang di Indonesia. (bas/dim/ipg)