Bambang Soesatyo Ketua DPR RI meminta Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkas) dan Dinas Kesehatan di seluruh daerah untuk menyosialisasikan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang vaksin measles dan rubella (MR) buatan Serum Institute of India (SII). Berdasar keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 tahun 2018, maka vaksin yang mengandung sel manusia (human diploid cell) dan unsur kulit babi itu haram, namun penggunannya masih diperbolehkan sebelum ada penggantinya yang halal.
“Saya mendorong Kemenag dan Kemenkes bersama jajaran Dinkes di daerah menyosialisasikan putusan MUI dalam pemberian vaksin MR tersebut kepada masyarakat. Salah satu isi fatwa itu menyebutkan pemberian vaksin MR diperbolehkan (mubah) dalam kondisi tertentu atau dalam kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah),” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Artinya, kata dia, ada kondisi bersyarat dalam penggunaan vaksin MR untuk imunisasi. Apabila ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, kata Bambang, maka vaksin yang diharamkan itu tak boleh digunakan lagi untuk imunisasi.
Selain itu, Bamsoet juga meminta Kemenkes, para peneliti dan para pelaku usaha yang memiliki tanggung jawab dalam penyediaan vaksin MR untuk segera melakukan riset. Tujuannya mencari alternatif pengganti ataupun menemukan vaksin MR yang halal.
“Bagaimanapun pemberian imunisasi MR bermanfaat untuk memberikan kekebalan bagi masyarakat terhadap ancaman penularan penyakit campak dan rubella yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian,” jelasnya.
Bamsoet juga minta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperhatikan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dalam penyediaaan obat-obatan dan vaksin yang terjamin kesucian serta kehalalannya.
“Karena ini menyangkut kepentingan umat Islam akan obat-obatan dan vaksin yang halal dan suci,” tegas dia.
Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasar rapat yang digelar Senin (20/8/2018) malam memutuskan hukum agama dalam penggunaan vaksin MR. Fatwa terbaru MUI itu mengharamkan vaksi MR buatan SII untuk imunisasi.
Namun, penggunaan vaksin MR buatan SII dibolehkan untuk kondisi darurat.
“Selama tidak ada vaksin pengganti boleh, tapi kalau ada tidak boleh,” kata Hasanuddin Abdul Fattah Ketua Komisi Fatwa MUI
Fatwa MUI tidak berhenti pada penggunaan vaksin MR. Sebab, MUI juga merekomendasikan ke pemerintah agar menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
“Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan,”demikian tertulis dalam rekomendasi Komisi Fatwa MUI. (faz/bas/ipg)