Sabtu, 23 November 2024

Anggaran Riset Jangan Diecer

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Traktor Tangan berbahan bakar gas pada acara puncak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23 di Pekanbaru, Riau, Jumat (10/8/2018). Foto: Antara

Mohamad Nasir Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menekankan lagi perintah Presiden RI Joko Widodo terkait masa depan pengembangan riset teknologi agar lebih terpadu dan dengan dana yang memadai.

Pada pidatonya saat puncak Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23 di Kota Pekanbaru, Jumat (10/8/2018), Mohamad Nasir mengingatkan perintah Presiden kepada para Menteri dan Kepala Lembaga Litbang untuk tidak “mengecer” anggaran riset pada APBN 2019.

Tujuannya agar semua pihak lintas kementerian dan lembaga bisa fokus mengarah, dan hasilnya benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Setelah dianalisis, anggaran sebesar Rp24,9 triliun ternyata hanya Rp10,9 triliun yang menghasilkan riset dan pengembangan. Lebih dari setengahnya yakni Rp14 triliun belum menghasilkan output riset yang maksimal. Itulah sebabnya Bapak Presiden menekankan bahwa anggaran risetnya tidak boleh lagi `diecer`,” kata Mohamad Nasir seperti dilansir Antara.

Oleh karena itu, menjadi sangat strategis keberadaan Perpres No. 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. RIRN yang dirancang secara holistik, lintas institusi, lintas ranah dan berdasarkan fokus riset, adalah pedoman dan peta jalan riset dan pengembangan iptek dan inovasi jangka menengah dan panjang yang mengintegrasikan dan mensinergikan program riset setiap kementerian dan lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat, serta komunitas peneliti.

Persoalan klasik pengembangan riset dan inovasi Indonesia, lanjutnya, adalah masih terbatasnya alokasi anggaran untuk belanja riset dan inovasi. Hingga saat ini anggaran riset nasional hanya sebesar 0,25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, sedangkan Malaysia sudah mencapai 1,8 persen, Vietnam 1,1 persen, dan Singapura mencapai 2,8 persen.

UNESCO bahkan merekomendasikan anggaran belanja riset suatu negara idealnya tidak kurang dari dua persen dari PDB. Kondisi ini akan terus kita benahi dengan menggagas program prioritas riset dan sinkronisasi kebijakan yang terkait dengan pengembangan iptek dan inovasi nasional.

“Kita tidak boleh menyerah hanya karena alokasi anggaran riset yang masih terbatas, namun tetap harus digunakan secara efektif dan efisien. Untuk itu, fokus riset dan penerapan Iptek dan Inovasi harus memiliki prioritas, arah dan sasaran yang jelas,” katanya.

Selain minimnya anggaran, Menristekdikti juga mengungkap permasalahan riset Indonesia selama ini, mulai dari diskoneksitas hasil riset dengan kebutuhan industri, diskoneksitas riset antara perguruan tinggi dengan lembaga-lembaga litbang lainnya, belum optimalnya sumber daya riset yang terdiri dari peneliti, perekayasa, dosen, regulasi dan fasilitas riset.

Meski begitu, kondisi tersebut tidak boleh menjadi penghambat bagi para peneliti dan perekayasa untuk terus berkarya dan berinovasi. Pemerintah mendorong dunia usaha atau swasta untuk lebih berkontribusi membantu pendanaan riset dan pengembangan.

Ia mengatakan pemerintah berkomitmen untuk berupaya menciptakan suasana yang kondusif dengan melakukan penataan kebijakan seperti deregulasi, untuk meningkatkan kontribusi swasta dalam litbang iptek dan inovasi.

Sebabnya, di negara-negara maju, proporsi besar dana risetnya justru ditopang oleh pihak swasta. Kondisi itu tentu bukan karena aturan pemerintah semata tetapi juga karena produk risetnya itu sendiri.

“Kita akan memperbaiki strategi dan kebijakan yang terintegrasi antarsektor,” katanya.(ant/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
29o
Kurs