Berulangkali terjadi kecelakaan antara pemakai jalan dengan kereta api (KA) di perpotongan sebidang atau perlintasan KA yang berpotongan dengan jalan.
Selama ini, kesalahan selalu ditimpakan kepada pihak pemakai jalan, meski kenyataannya masih banyak perpotongan sebidang di Jawa Timur yang belum dilengkapi palang pintu dan tidak dijaga.
Pemakai jalan dianggap melanggar Pasal 110 PP Nomor 79 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Kereta Api, yang menyebutkan pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan KA dan mematuhi semua rambu di perpotongan sebidang.
Kejadian terakhir, mobil Pajero Sport berpenumpang satu keluarga tertabrak KA Sri Tanjung di perlintasan KA Pagesangan, Minggu (21/10/2018). Tiga orang anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya warga Trosobo, Sidoarjo, meninggal akibat kecelakaan ini.
Penjaga palang pintu di perlintasan KA Pagesangan beralasan, sirine peringatan akan lewatnya kereta api saat itu tidak berfungsi. Sehingga dia terlambat menutup palang pintu perlintasan.
PT Kereta Api Indonesia selaku operator atau penyelenggara perkeretaapian maupun Pemerintah Daerah saling melempar wewenang.
Fattah Jasin Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jatim mengakui, masalah perpotongan sebidang ini sudah berlangsung lama dan belum terpecahkan.
Berdasarkan data Dishub Jatim, di Jawa Timur ada sebanyak 1.500 perpotongan sebidang perlintasan kereta api dengan jalan.
Fattah mengatakan, baru 1.200-an yang sudah dilengkapi palang pintu. Artinya, masih ada 300 lokasi perpotongan sebidang yang tidak berpalang pintu.
Selama ini, kata Fattah, Pemprov sudah mengadakan early warning sistem, salah satunya berupa sirine, di 100-an lokasi perpotongan sebidang belum berpalang pintu di Jawa Timur.
“Kami mengadakan alat ini dengan kajian akademis dulu. Kami prioritaskan di perlintasan tidak berpalang pintu. Kami tidak pernah mengadakan palang pintu perlintasan,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Senin (22/10/2018).
Demikian halnya Pemkab setempat yang mana wilayahnya masih terdapat perlintasan KA sebidang yang belum berpalang pintu. Fattah mengatakan, sifat Pemda hanya membantu.
Anggaran APBD Pemprov Jatim maupun Pemkab, menurut Fattah, tidak cukup untuk pengadaan palang pintu dan alat perlengkapan sistem peringatan dini.
Apalagi, menurutnya, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, tidak ada kewajiban bagi Pemda untuk mengadakan semua alat bantu pengamanan itu.
Dia juga mengakui, perizinan pengadaan palang pintu, sirine, dan sistem peringatan dini lainnya dari Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan cukup sulit dan memakan waktu lama.
PT KAI sebagai pengoperasi perkeretaapian juga menampik bahwa wewenang pengadaan palang pintu maupun sirine itu sebagai wewenang atau kewajiban mereka.
Gatut Sutiyatmoko Manajer Humas PT KAI Daop 8 menyebutkan, seharusnya Pemda yang mengadakan palang pintu perlintasan dan early warning sistem di perpotongan sebidang.
“Kami di UU tentang perkeretaapian hanya bertugas sebagai penyelenggara atau operator kereta api. Perlintasan sebidang, bukan kami yang mengadakan,” ujarnya.
Selama ini, menurut Gatut, adanya perpotongan sebidang dengan jalan yang menghubungkan dengan permukiman, misalnya, dibuat oleh masyarakat atau Pemda.
Data PT KAI mendata, ada sebanyak 563 perpotongan sebidang yang ada di wilayah Daop 8 Surabaya. Hanya sebagian kecil yang dijaga.
“Ironisnya, dari jumlah perlintasan sebidang itu, baru 171 yang terjaga. Penjaganya dari masyarakat maupun dari Pemda setempat,” katanya.
Artinya, masih ada 392 perpotongan sebidang perlintasan KA dengan jalan umum atau khusus (permukiman) yang tidak terjaga.
Gatut berharap, tidak ada lagi penambahan perpotongan sebidang antara perlintasan KA dengan jalan yang dibuka oleh masyarakat atau Pemda, karena selama ini perpotongan sebidang itu menyebabkan banyak korban.
Lantas siapa yang seharusnya berwenang? Fattah Jasin Kepala Dishub Jatim mengatakan, setahunya, PT KAI menyewa lahan perlintasan kereta api ke Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat, dalam hal ini, yang membidangi masalah perkeretaapian adalah Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan.
“Jadi yang berwenang dan bisa menyelesaikan masalah ini Dirjen Perkeretaapian. Kami selalu menagih ke pusat, kok, supaya semua 1.500 perlintasan KA sebidang di Jatim berpalang pintu dan memiliki early warning sistem,” ujarnya.(den/iss/ipg)