Sabtu, 23 November 2024

Wajib Pajak yang Abaikan Tax Amnesty Kena Sanksi Administrasi

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan
Ilustrasi

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan kembali menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk segera memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak atau tax amnesty. Program tersebut akan segera berakhir pada Jumat (31/3/2017) besok.

Wajib Pajak yang telah mengikuti program Amnesti Pajak namun ditemukan adanya data mengenai harta bersih yang kurang diungkapkan maka atas harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak sesuai dengan UU PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Amnesti Pajak namun ditemukan adanya data mengenai harta bersih yang tidak dilaporkan maka atas harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak serta sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementrian Keuangan menegaskan, program tax amnesty tahap tersebut berakhir di akhir bulan, otoritas pajak akan mengkategorikan dua kelompok Wajib Pajak.

Kelompok pertama, adalah pembayar pajak yang bisa hidup dengan tenang. Masyarakat yang masuk kategori ini adalah yang memiliki pendapatan di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak, yang selama ini patuh terhadap kewajibannya kepada negara sampai dengan masyarakat yang merasa tidak patuh dan telah memanfaatkan fasilitas amnesti pajak.

“Bagi masyarakat yang masuk dalam kategori ini, silahkan hidup dengan tenang,” kata Hestu di Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Sementara kelompok kedua, adalah masyarakat yang diperingatkan untuk berhati-hati karena selama ini tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya kepada negara. Selain karena adanya era keterbukaan informasi perbankan, Ditjen Pajak, akan menerapkan pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak.

Dalam pasal tersebut dijelaskan, apabila masih ditemukan adanya harta yang belum, atau kurang dalam Surat Pernyataan, akan dianggap sebagai harta tambahan penghasilan. Atas tambahan tersebut, maka akan ada sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Kami sudah mempersiapkan regulasi, sumber daya manusia yang ada, dan menghimpun data,” katanya.

Sampai saat ini, jumlah pemeriksa pajak yang dimiliki otoritas pajak mencapai 5.000 petugas. Dalam implementasi pasal 18 UU Pengampunan Pajak, Ditjen Pajak berencana menambah peran Account Represenative (AR) untuk melakukan pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh para pemeriksa pajak.

“Sehingga nantinya, (AR) bisa segera cepat menerbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Kurang Bayar Pajak),” ujarnya.

Hestu mengatakan, para periode pertama pelaksanaan amnesti pajak, Ditjen Pajak memang melakukan himbuan kepada seluruh WP untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Pada periode kedua, tugas Ditjen Pajak sebagai regulator kembali mengingatkan para WP untuk memanfaatkan tax amnesty. Lantas, bagaimana periode ketiga?

“Kami tidak keberatan kalau kami dibilang mengancam. Tapi, ancamannya seusai dengan pasal 18 UU tax amnesty,” tegasnya.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak, realisasi penerimaan pajak berdasarkan Surat Penyampaian Harta (SPH) yang disampaikan hingga pertengahan Maret 2017, mencapai Rp 4.640 triliun lebih, berasal dari 852.400 SPH.

Jumlah dana tersebut terdiri dari dana deklarasi luar negeri sebesar Rp 1.027 triliun, dan deklarasi dari dalam negeri sebesar Rp 3.467 triliun, dan dana repatriasi sebesar Rp 146 triliun. (jos/dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs