Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), membebaskan Urip Tri Gunawan, terpidana kasus suap penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
KPK menilai, keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memberikan pembebasan bersyarat mantan jaksa itu, melukai rasa keadilan publik.
Karena, Urip yang divonis 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, tahun 2008, belum menjalani separo masa hukumannya.
Kata Febri Diansyah Juru Bicara KPK, kurangnya daya tampung lembaga pemasyarakatan sebagai alasan Kemenkumham membebaskan Urip, tidak bisa diterima.
Atas keputusan pembebasan bersyarat itu, Febri mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memerangi korupsi.
Di satu sisi, Jokowi Presiden sering menyerukan perang terhadap korupsi. Tapi, di sisi lain, Kemenkumham begitu mudah memberikan remisi atau pembebasan bersyarat narapidana kasus korupsi.
“Yang jadi persoalan, di satu sisi kami berupaya memberantas korupsi dan memberikan efek jera, tapi di sisi lain kebijakan memotong masa tahanan napi (koruptor) gencar dilakukan. Itu jelas menimbulkan pertanyaan apakah negara konsisten untuk memberantas korupsi?” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Lebih lanjut, Febri mengingatkan kalau prose dari penangkapan yang dilakukan KPK, menjadikan tersangka, terdakwa sampai terpidana dan dihukum bukan pekerjaan mudah.
Maka dari itu, KPK merasa perlu duduk bersama Kemenkumham untuk menyamakan perspektif dan cara berpikir soal penanganan narapidana kasus korupsi.
“Kami ingin menegaskan keseriusan memberantas korupsi. Jadi, sikap kompromistis kepada koruptor harus disingkirkan. Kalau masalahnya lapas kelebihan penghuni, mengobral remisi atau membebaskan koruptor jelas bukan solusi,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Syarpani Kepala Sub Bagian Publikasi Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengatakan, Urip resmi bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, pada hari Jumat (12/5/2017).
Dia menjelaskan kalau Urip sudah memenuhi syarat untuk menerima pembebasan bersyarat, antara lain membayar denda Rp290 juta dari denda maksimal Rp500 juta, dan menjalani 2/3 masa tahanan.
Berbekal remisi yang didapat selama menjalani masa tahanan, masa hukuman Urip yang seharusnya berakhir pada tahun 2028 dipersingkat menjadi tahun 2023.
Kata Syarpani, total remisi yang didapat Urip Tri Gunawan sebanyak 51 bulan 60 hari.
Seperti diketahui, Urip divonis hukuman 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada 4 September 2008.
Urip yang waktu itu bertugas sebagai jaksa penyelidik perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), terbukti menerima uang suap sekitar Rp6 miliar dari Artalyta Suryani.
Uang itu adalah bayaran atas jasa Urip mencarikan celah hukum supaya Sjamsul Nursalim pimpinan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tidak terjerat kasus BLBI.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun bui terhadap Urip pada 28 November 2008.
Kemudian, pada 11 Maret 2009, Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi Urip. (rid/rst)