Aboe Bakar Alhabsyi anggota Komisi III DPR RI menegaskan, tuntutan Jaksa pada perkara Ahok akan menjadi preseden buruk pada penegakan hukum di Indonesia.
Menurut dia, masyarakat luas secara gamblang melihat bahwa hukum tumpul pada mereka yang punya kuasa.
“Masyarakat melihat Jaksa tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Menurut UU Kejaksaan maupun KUHP fungsi jaksa dalam proses peradilan pidana adalah sebagai penuntut umum. Pada perkara Ahok, masyarakat secara nyata tidak menjalankan fungsinya sebagai penuntut umum secara optimal,” kata Aboe di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Bahkan, kata Aboe, beberapa kalangan masyarakat melihat Jaksa sebagai pembela Ahok, dari pada sebagai penuntut umum.
Aboe menegaskan, Jaksa mengabaikan Yurisprudensi yang selama ini diputuskan peradilan di Indonesia. Misalkan saja Aswendo, Sebastian Joe, dan Antonius Bawengan yang masing-masing divonis 5 tahun penjara pada kasus yang berbeda, Tajul Muluk divonis 4 tahun penjara, Lia Eden dengan 2,5 tahun penjara. Semua kasus penistaan agama tersebut mendapatkan vonis yang sangat tinggi, namun Ahok hanya dituntut pidana percobaan oleh Jaksa, yang artinya Ahok tidak akan dipenjara.
“Jaksa mengabaikan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 516 Tahun 1964, yang pada pokoknya menilai bahwa agama merupakan unsur yang amat penting bagi pendidikan rokhaniah. Maka Mahkamah Agung menginstruksikan agar para pelaku penistaan agama diberikan hukuman berat,” kata Aboe.
Sementara dalam pledoi lima halaman yang ditulis sendiri hari ini, Selasa (25/s/2017), Ahok menilai dirinya adalah korban fitnah. Gubernur DKI itu juga menyebut Buni Yani sebagai orang yang membuatnya berstatus terdakwa.
“Saya tidak melakukan penistaan agama. Saya bukan penista atau penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apa pun,” ucapnya di ruang sidang.
Ahok merasa, tuduhan melakukan penistaan agama itu dilakukan secara masif dan berulang-ulang.
Dengan begitu, banyak orang percaya walau tidak pernah melihat utuh rekaman video, dan memahami konteks yang dimaksud waktu pidato di Kepulauan Seribu, tanggal 27 September 2016.
“Akibatnya, saya diperlakukan tidak adil. Dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, diadili dengan hukum yang meragukan,” imbuh Ahok.
Ahok menjelaskan dalam pledoinya, Jaksa Penuntut Umum juga tidak menemukan adanya unsur penodaan agama. Dan, hal itu dinyatakan dalam tuntutan.
“Faktanya, waktu di Kepulauan Seribu banyak media massa yang melihat kunjungan saya, bahkan disiarkan langsung yang menjadi materi pembicaraan. Tidak ada satu pun yang mempersoalkan keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut,” katanya.
Sebagai penutup pledoinya, Ahok berharap majelis hakim memutuskan perkara dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
Pada persidangan sebelumnya, Kamis (20/4/2017), jaksa menyatakan Ahok melanggar Pasal 156 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Atas pertimbangan itu, jaksa menuntut hakim menjatuhkan pidana penjara 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun kepada Ahok.(faz/ipg)