Irfan Kurnia Saleh Direktur PT Diratama Jaya Mandiri mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Irfan diduga berperan dalam kasus korupsi penggelembungan harga pembelian Helikopter Agusta Westland (AW) 101, bersama sejumlah pejabat di TNI Angkatan Udara.
Jelang menghadapi sidang praperadilan yang rencananya mulai digelar pekan depan, Jumat (3/10/2017), KPK sudah melakukan koordinasi dengan para Penyidik POM TNI.
“Kami sudah koordinasi dengan Penyidik POM TNI, Kamis (26/10/2017). Koordinasi lebih rinci akan kami lakukan minggu depan sebelum menghadapi persidangan,” ujar Febri Diansyah Juru Bicara KPK, Jumat (27/10/2017), di Gedung KPK, Jakarta Selatan.
Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, namun konsekuensi dari persidangan itu, kata Febri dapat mempengaruhi penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI.
“Karena salah satu aspek yang dipersoalkan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer,” jelas Febri.
Sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo Panglima TNI sudah menegaskan kerja sama dalam penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW 101 merupakan salah satu bentuk komitmen pemberantasan korupsi di TNI.
“Sedangkan KPK dan TNI mengusut kasus ini menggunakan mekanisme khusus Pasal 42 UU KPK,” tandasnya.
Sekadar diketahui, TNI sudah menetapkan lima orang tersangka dari jajarannya. Masing-masing Kolonel Kal FTS SE Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, dan Letkol admisitrasi WW pejabat pemegang kas atau pekas .
Kemudian, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pemegang kas yang menyalurkan dana kepada pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Sedangkan KPK sampai sekarang baru menetapkan Irfan dari pihak swasta sebagai tersangka kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp224 miliar. (rid/iss/ipg)