Segenap insan dan industri pers di Tanah Air memperingati hari besarnya, yaitu Hari Pers Nasional pada Kamis, 9 Februari 2017.
Fadli Zon Wakil Ketua DPR RI berharap pers di Tanah Air terus berkembang, makin obyektif, dan terus memainkan fungsi kontrolnya. Sebagai institusi yang sering disebut sebagai “fourth estate” alias pilar keempat demokrasi, di tengah-tengah banyaknya persoalan yang masih membelit tiang demokrasi lainnya di negeri ini, pers harus bisa menjadi alat kontrol yang kredibel.
“Jangan lupa, ini berlaku di seluruh dunia, kualitas demokrasi dan kualitas jurnalisme memang saling bertautan. Bukan hanya lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif yang perlu membenahi dirinya agar kualitas demokrasi kita semakin baik, namun pers juga harus terus memperbaiki posisinya,” kata Fadli di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Dia menilai pers pun ternyata tidak terbebas dari persoalan yang diidap oleh lembaga-lembaga pilar demokrasi lainnya.
Berkembangnya konglomerasi media, yang membuat kepemilikan media jadi terkonsentrasi hanya di beberapa gelintir pemodal, telah membuat pers nasional kesulitan menjalankan fungsinya sebagai satu diantara pilar demokrasi. Kesulitan itu semakin bertambah besar ketika para pemilik media kemudian juga ikut terjun ke kancah politik secara langsung.
Tidak heran, kata Fadli, meskipun hari ini secara resmi sebenarnya tidak ada lagi koran atau media partai, sebagaimana yang pernah berkembang pada tahun 1950-an, tetapi media-media sekarang justru terlihat makin partisan.
“Terlalu intim dengan kekuasaan bisa membuat pers kehilangan fungsi kontrolnya. Jadi, di era ketika kebebasan berpendapat tidak lagi merupakan persoalan di Indonesia, kita justru melihat jika tantangan pers malah semakin berat,” kata Fadli.
Menurut Fadli, obyektivitas adalah masalah serius hari ini, dan itu terutama tidak berasal dari kontrol kekuasaan, tapi dari kontrol pemilik modal industri media sendiri. Kontrol oleh modal ini sering kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan kontrol oleh penguasa.
“Persoalan lain adalah hoax dan berita-berita palsu. Di tengah era digital, media online semakin masif. Disamping media sosial yang makin luas berkembang, kita dihadapkan dengan berita-berita palsu, hoax yang mengarah ke pencemaran nama baik, fitnah dan sarat nuansa kepentingan politik. Hoax harus diatasi dari hulu yaitu mulai dari regulasi provider. Akun-akun palsu dan anonim yang tidak bertanggung jawab harus diberantas,” ujar dia.
Di tengah peringatan Hari Pers Nasional ini, Fadli ingin mengajak insan pers untuk memperhatikan kembali posisinya. Hanya dengan kerja jurnalistik yang obyektif dan bertanggungjawab maka kita bisa memimpikan iklim demokrasi yang sehat.(faz/ipg)