Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Fahmi Darmawansyah Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia penjara 2 tahun 8 bulan, serta denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan
Pengusaha muda yang juga suami dari Inneke Koesherawati itu harus mendekam di penjara karena terbukti menyuap sejumlah pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Uang suap itu dia berikan sebagai pelicin untuk memenangkan perusahaannya dalam lelang pengadaan satelit monitor, yang nilai proyeknya sekitar Rp220 miliar.
Yohanes Priyana Ketua Majelis Hakim menilai, Fahmi terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut pidana penjara 4 tahun serta denda Rp200 juta.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Fahmi Darmawansyah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara 2 tahun dan 8 bulan, serta denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan,” ucap Yohanes Priyana di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2017).
Menanggapi putusan pengadilan tingkat pertama itu, Fahmi menyatakan menerima, dan tidak akan mengajukan banding. Sedangkan jaksa pikir-pikir untuk banding.
Sebelumnya, jaksa penuntut berharap hakim menjatuhkan vonis maksimal, karena menilai Fahmi adalah otak penyuapan, dan tidak mendukung pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.
Seperti diketahui, KPK menangkap Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta anak buah Fahmi, serta Eko Susilo Hadi Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, tanggal 14 Desember 2016.
Sesudah memeriksa 1×24 jam, KPK menetapkan ketiga orang itu dan Fahmi Darmawansyah sebagai tersangka kasus suap proyek di Bakamla.
Dalam pengembangannya, KPK menetapkan dua orang tersangka lagi, yaitu Nofel Hasan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, dan Bambang Udoyo Direktur Data dan Informasi Bakamla.
Pekan lalu, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stevanus sudah menerima vonis Pengadilan Tipikor, penjara 1,5 tahun dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. (rid)