Ribuan sopir angkutan kota berbagai jurusan di Kota Malang yang masih melanjutkan aksi mogok operasinalnya sejak Senin (6/5/2017) kemarin berdampak pada telantarnya pelajar dan penumpang umum di wilayah setempat.
Sejak Selasa (7/3/2017) pagi, para pelajar yang hendak berangkat ke sekolah menunggu angkot cukup lama dan tak satupun angkot yang lewat mau mengangkut mereka, sehingga mereka banyak yang kembali dan terpaksa diantar atau naik transportasi lain yang berbasis “online” (dalam jaringan).
“Kemarin (Senin, 6/3/2017) waktu pulang terpaksa naik transportasi lain (online) tapi ya biayanya mahal sekali, dari sekolah ke rumah Rp200 ribu, padahal biasanya tidak lebih dari Rp30 ribu, itupun dapatnya uda malam. Tadi pagi akhirnya minta antar saja daripada terlambat karena tidak ada angkot yang mau mengangkut,” kata salah seorang siswi SMA di kawasan Jalan Tugu Kota Malang seperti dilansir Antara.
Bukan hanya Indira yang mengeluhkan tidak beroperasinya angkot tersebut, hampir seluruh pelajar yang sebelumnya menggunakan jasa transportasi angkot mengeluhkan kondisi tersebut. “Karena tidak punya kendaraan pribadi, akhirnya ya cari tumpangan teman-teman yang kebetulan satu jalur,” ujar Fauzi, salah seorang siswa SMA Negeri 8 Malang.
Akibat mogoknya ribuan angkot berbagai jalur itu, penumpang akhirnya diangkut kendaraan milik TNI dan Polri, bus sekolah, kendaraan milik Pemkot Malang maupun instansi yang tidak digunakan.
Ribuan sopir angkot tersebut mogok operasional menolak keberadaan transportasi online yang kian menjamur dan beroperasi secara bebas. Aksi ribuan sopir angkot yang digelar sejak Senin (6/3/2017) itu untuk yang ketiga kalinya, namun belum ada solusi dan kebijakan tegas dari Pemkot Malang.
Para sopir angkot itu menuntut agar Moch Anton Wali Kota Malang menutup atau tidak mengizinkan operasional transportasi online di Kota Malang.
Namun, karena belum ada keputusan sebagai kebijakan final, DPRD Kota Malang, Dinas Perhubungan, dan Satlantas Polresta Malang akan membawa tuntutan sopir angkot itu ke Pemprov Jatim dan 25 ketua jalur akan ikut dalam pertemuan yang rencananya dilakukan Selasa (7/3/2017).
Sementara itu, Kusnade Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang mengatakan untuk menghentikan transportasi online ini prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemkot tidak bisa serta merta langsung menghentikan angkutan online ini karena kewenangan pemkot melalui Dishub terbatas.
“Dalam hal ini pihak provinsi yang mengetahui persyaratan dari angkutan online itu. Kami tidak tahu apakah syarat-syarat operasional angkutan ini sudah lengkap atau belum yang jelas kami akan konsultasikan dulu ke provinsi,” urainya. (ant/dwi/rst)