Indra Charismiadji, pemerhati pendidikan, mengatakan, penerapan sekolah seharian atau delapan jam yang tertuang dalam Program Penguatan Karakter (PPK) tidak cocok diterapkan di seluruh daerah.
“Hanya cocok untuk perkotaan, yang orang tua mereka bekerja delapan jam sehari,” ujar dia, di Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Pada pelaksanaan PPK itu, siswa belajar selama delapan jam di sekolah. Sedangkan sekolahnya berlangsung selama lima hari dalam sepekan.
Sementara untuk di pedesaan, program penguatan karakter yang lebih tepat yakni berbasis kearifan lokal seperti pertanian, peternakan dan kelautan.
Unifah Rasyidi, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, mengatakan, sekolah lima hari harus dipersiapkan secara matang.
“Kalau tanpa persiapan yang matang, akan menimbulkan reaksi yang beragam dan cenderung tidak positif,” kata dia seperti dilansir Antara.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah membentuk tim khusus untuk mendialogkan secara serius kebijakan ini dengan pemerintah daerah dan berbagai pihak yang relevan.
Pemerintah perlu menyiapkan panduan, selanjutnya implementasinya serahkan kepada pemerintah daerah karena mereka yang paling tahu, paling mengerti, dan paling memahami kondisi daerah masing-masing.
“Kementerian Pendidikan juga perlu mengajak dialog secara khusus dengan penyelenggara sekolah berbasis agama telah menyelenggarakan pendidikan pada siang hari selepas sekolah umum,” kata dia.(ant/iss/ipg)