Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek memastikan sapi-sapi yang diduga terjangkiti antraks telah disembelih dan dagingnya dijual ke pedagang untuk diolah sebagai daging konsumsi maupun bakso.
“Sapi sakit yang kemudian dipotong ini ada dua. Sapi pertama jenis brahman jantan dipotong pada 16 Januari saat kondisi kejang dengan organ limpa membesar, darah hitam pekat, dan keluar darah dari anus,” kata Budi Satriawan, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek seperti dilansir Antara, Senin (20/2/2017).
Selang 10 hari, tepatnya pada 25 Januari, Budi menjelaskan terjadi kasus kedua yang mana sapi brahman jantan lain milik Thoimin mengalami gejala serupa, demam tinggi, kejang, dan ambruk dengan mata memerah.
“Pada kejadian pertama sapi dijual utuhan oleh Thoimin ke Khoiri. Sementara yang kedua dijual dalam bentuk potongan kecil-kecil lalu diedarkan ke pasar-pasar oleh Khoiri ini,” ujarnya.
Hasil investigasi dan penelusuran tim kesehatan hewan, kata Budi, kedua ekor sapi brahman jantan yang diduga terinfeksi bakteri antraks milik Thoimin itu dibeli dari Sukono, seorang pedagang sapi warga Desa Prambon, Trenggalek.
“Penjualan daging sapi yang diduga terinfeksi atau terjangkit bakteri antraks ini membuat tim laborat dari Balai Besar Veteriner, Wates, Yogyakarta tidak bisa mengambil sampel daging maupun organ ternak bersangkutan. Apalagi kejadiannya sudah beberapa pekan lalu,” ujarnya.
Tindakan yang dilakukan selanjutnya menurut Budi maupun Sumadi adalah dengan mengambil sampel kotoran yang masih ada di sekitar kandang serta tanah di lokasi penyembelihan.
“Masalahnya peternak tidak mau melapor dari awal, tapi malah menjualnya (daging), mungkin dengan pertimbangan agar tidak rugi banyak,” ujarnya.
Budi mengakui tindakan peternak dan pedagang itu bisa merugikan konsumen, baik yang membeli dalam bentuk potongan daging maupun telah diolah menjadi bakso ataupun lainnya.
“Perdagangannya menjadi tidak terkontrol. Tapi sejauh ini belum ada laporan kasus (antraks) pada warga, kecuali yang dialami Thoimin, Khoiri serta empat pekerjanya yang diduga terpapar penyakit antraks kulit,” ujarnya.
Kendati menduga kuat kasus tersebut sebagai suspect antraks, Budi menegaskan masih menunggu hasil uji laboratorium BBVET Yogyakarta atas sampel-sampel yang diambil apakah positif antraks atau jenis bakteri lain.
“Kalau ciri-cirinya memang antraks. Tapi pastinya masih menunggu uji klinis atas sampel yang diambil BBVET,” ujarnya.
Tim Kesehatan Hewan di bawah Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek menemukan dugaan wabah antraks ini di satu desa setempat dan telah menular pada manusia.
Ada dua ekor sapi yang dilaporkan mati mendadak dengan gejala antraks, Kejadiannya sekitar dua pekan lalu dan indikasinya sudah menular pada manusia.
Dugaan antraks muncul setelah petugas kesehatan hewan secara tidak sengaja mendapat laporan keluhan dari korban Thoimin, warga Desa Ngepeh, Kecamatan Tugu karena menderita luka gores, namun tak kunjung sembuh dan bengkak menyerupai bisul.
Berdasar hasil pemeriksaan visual tim keswan, luka bengkak mirip bisul akibat luka sayat itu mirip penyakit antraks kulit.
Temuan kasus diduga antraks tersebut menurut Budi sudah dilaporkan ke Dinas Peternakan Provinsi Jatim, Balai Besar Veteriner di Wates Yogyakarta serta Kementerian Pertanian.
Selain kejadian dalam kurun sebulan dengan korban dua ekor sapi dan satu korban manusia, kata Budi, peristiwa diduga antraks juga pernah terjadi setahun sebelumnya dengan ciri-ciri sama dan juga menular pada manusia. (ant/nbl/den/ipg)