Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya menyatakan, ada peningkatan sampah anorganik di Surabaya dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. Terutama sampah plastik.
Aditya Wasita Sekretaris DKRTH mengatakan, pada 2016 ini, rata-rata sampah yang masuk ke TPA Benowo sebanyak 1.500 ton per hari. Proporsinya, 60 persen sampah organik, 40 persen sampah anorganik.
“Sekitar tahun 2000-an, perbandingan sampah organik dan anorganik 70:30. Jadi sampah anorganik ini, terutama plastik, makin tahun memang makin meningkat dengan banyaknya penggunaan kemasan,” katanya, Senin (27/2/2017).
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemkot Surabaya berencana menambah pusat daur ulang (PDU) yang saat ini sudah ada di dua lokasi. Antara lain di PDU Sutorejo dan PDU Jambangan.
“Tahun ini kami akan menambah satu lagi PDU, soal lokasi masih akan kami tentukan di lokasi mana yang tepat,” ujarnya.
Namun, sarana dan prasarana saja tidak cukup. Pemisahan sampah anorganik, terutama sampah plastik, yang baru terurai sampai 100 tahun, harus dilakukan dari sumber sampah tersebut.
“Sesuai Perda 5/2014 tentang Pengelolaan Sampah, penghasil sampah harus mengelola sampahnya. Ya dengan memilah itu. Pemilahan ini bisa mengurangi sampah kemasan dari plastik agar tidak bercampur dengan sampah organik,” katanya.
Aditya mengklaim, sampah yang dihasilkan dari pusat perbelanjaan dan pertokoan biasanya sudah dikerjasamakan dengan mitra swasta dalam hal pemilahan.
“Mereka kontrak dengan swasta, jadi sampah anorganik yang masih bisa didaur ulang dan punya nilai tambah sudah dipilah. Nah, yang belum, coba nanti sampah organiknya akan kami masukkan ke rumah kompos,” ujarnya.
Saat ini, sudah ada 26 rumah kompos yang tersebar di beberapa titik di Surabaya. Sementara, sudah ada lima pasar tradisional di Surabaya bekerjasama dengan rumah kompos dalam pengolahan sampah organik.
Pada 2017 ini, DKRTH juga berencana menambah sejumlah rumah kompos di Surabaya. “Kami tambah beberapa, tapi nanti, saya datanya belum pegang,” katanya.
Masalah sampah plastik ini tentu saja dipengaruhi oleh para produsen yang kerap menggunakan kemasan plastik atau kemasan berbahan lain di Surabaya. Hanya saja, untuk pengendaliannya, Pemkot Surabaya masih menunggu adanya Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan Undang-Undang 18/2008 tentang pengelolaan sampah.
“Memang di Undang-Undang ada aturan bagi produsen untuk pengurangan kemasan. Intinya agar produsen mau bertanggungjawab atas sampah kemasan yang dihasilkan. Tapi kalau tidak ada PP, nanti kami salah,” katanya.(den/ipg)