Sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hari ini kembali digelar di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Tim penasihat hukum terdakwa menghadirkan 7 orang ahli untuk bersaksi. Mereka masing-masing adalah Prof.DR. Bambang Kaswanti Purwo ahli bahasa, DR.Risa Permana Deli ahli psikologi sosial, Prof.DR.Hamka Haq dan KH.Masdar Farid Mas`udi ahli Agama Islam, DR.Muhammad Hatta, SH dan DR.I Gusti Ketut Ariawan ahli Hukum Pidana.
Sebelum para ahli memberikan keterangan, penasihat hukum Ahok membacakan berita acara pemeriksaan DR.Noor Aziz Said, ahli Hukum Pidana yang berhalangan hadir di persidangan.
Menurut DR.Noor Aziz, dalam kasus ini, Ahok tidak memiliki unsur kesengajaan atau niat menistakan Agama Islam.
Dalam penjelasannya, unsur menodai, yaitu merendahkan agama tertentu supaya orang tidak menganut agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara itu, Prof.DR. Bambang Kaswanti Purwo, Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta mengatakan, ucapan Ahok soal adanya orang yang menggunakan ayat kitab suci secara tidak benar, adalah fakta yang dialami terdakwa waktu Pilkada di Bangka Belitung.
Keterangan itu disampaikan, menjawab pertanyaan Dwiarso Budi Santiarto Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan.
“Kalimat yang diucapkan terdakwa bisa dinilai sebagai fakta bisa juga sebagai pendapat. Kalau pendapat, bisa dievaluasi, tapi kalau fakta tentu disertai bukti. Dalam hal ini (penggunaan ayat Al Maidah 51 oleh orang lain untuk kepentingan politik) diucapkan berdasarkan pengalaman terdakwa,” ujarnya di ruang sidang, Rabu (29/3/2017).
Sekadar diketahui, Gubernur DKI Jakarta nonaktif didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 waktu pidato di Kepulauan Seribu, September 2016.
Jaksa mendakwa Ahok dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 156a KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara, dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara. (rid/iss)