Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI) Jatim tetap bersikeras agar Pemerintah Provinsi Jatim segera menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang membatasi angkutan berbasis aplikasi.
Hamid Koordinator Serikat Pekerja Transportasi Indonesia Jawa Timur, setelah mendampingi Saifullah Yusuf Wakil Gubernur Jatim menemui buruh di Gedung Negara Grahadi, tetap bersikeras soal aturan ini.
Dia dan beberapa perwakilan SPTI Jatim lainnya sempat berbincang dengan Gus Ipul yang didampingi Kombes Pol Mohammad Iqbal Kapolrestabes Surabaya.
“Itu Gus (Gus Ipul), bagaimana transportasi online roda dua itu tidak beroperasi. Kan belum ada payung hukumnya. Atau paling enggak, kalau dibolehkan, mereka khusus ambil makanan dan minuman saja. Kami penumpangnya,” kata Hamid.
Gus Ipul mengatakan, soal Pergub itu pembatasan transportasi online itu, masih perlu adanya pendalaman. Dia mengakui, peraturan soal angkutan roda dua itu belum bisa diterapkan di Jawa Timur.
“Kita harus duduk bersama. Ini yang sedang kami lakukan. Kita tahu bahwa ada yang pengen cepat, tapi tidak bisa. Seperti revisi PP 78 itu, PP itu ada proses yang memang cukup lama,” katanya.
Massa transportasi buruh sempat mengeluarkan ultimatum kepada Pemprov Jatim saat berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi. Bila tuntutan mereka tidak dipenuhi, akan ada aksi mogok kerja tujuh hari.
Menanggapi hal ini, Gus Ipul mengatakan, semua pihak harus memikirkan tindakannya dengan lebih bijak. Dia mengakui ada permasalahan antara pemilik Angkot dengan Transportasi Online.
“Kita akan cari jalan keluar. Pelan-pelan kita cari jalan keluar. Memang ini (transportasi online roda dua) perlu payung hukum. Payung hukumnya belum jelas. Nah nanti kalau mogok, siapa yang akan melayani masyarakat?” Ujar Gus Ipul.
Hamid Koordinator SPTI Jatim mengatakan, aksi di Grahadi kali ini memang kelanjutan aksi 3 Oktober lalu di Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan.
Hamid mengatakan, sebenarnya aturan pembatasan transportasi online berupa Rancangan Perhub Transportasi Online di Jatim sudah ada, tapi sampai saat ini Pergub itu tak kunjung ditetapkan.
Keluhan para sopir dan pemilik angkot di Jatim ini berkaitan dengan ketimpangan jumlah antara angkot dengan angkutan berbasis aplikasi. Di Surabaya, ketimpangan ini sangat terasa.
“Angkutan berbasis aplikasi saat ini sudah mencapai 30 ribu, padahal jumlah angkutan kota di Surabaya saat ini tinggal 3 ribu,” ujarnya. Demikian halnya taksi reguler yang menurutnya, saat ini tinggal 5.500, sedangkan bus kota sekitar 100-an saja.
Dia mengklaim, maraknya angkutan berbasis aplikasi juga menjadikan belasan jurusan angkutan kota saat ini sudah mati. Jumlah trayek angkot di Surabaya yang tadinya sebanyak 58 trayek, sekarang tinggal 40 jurusan.(den/ipg)