Minggu, 24 November 2024

Polisi Kesulitan Titipkan Anak Pelaku Kejahatan di Surabaya

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Anak-anak pelaku kejahatan saat di Polreatabes Surabaya. Foto: Dok / Abidin suarasurabaya.net

AKP Ruth Yeni Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya mengatakan, Polrestabes Surabaya dan Polsek jajaran kesulitan menitipkan anak-anak pelaku kejahatan pada saat proses penyidikan dan penuntutan pidana.

Sebab, kapasitas shelter milik Dinsos Provinsi Jatim dan Pemkot Surabaya terbatas, maka anak-anak ini juga menjadi beban tersendiri bagi penyidik untuk pengawasan saat proses penyidikan masih berjalan.

Menurut Ruth Yeni, seringkali shelter penuh ketika akan dititipi anak pelaku kejahatan jalanan. Apalagi kalau track record kejahatannya kategori kejahatan tinggi, maka shelter kesulitan dalam pengawasan. Mereka khawatir tidak bisa memberikan pengawasan bagi pelaku kejahatan ini.

“Kapasitasnya katanya terbatas, selain itu untuk pengawasan anak pelaku kejahatan jalanan (kasus 356) seringkali mereka keberatan untuk pengawasannya,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Jumat (10/3/2017).

Padahal, sesuai Undang-undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, seorang anak yang belum berusia 18 tahun tidak boleh ditahan di rutan Polri atau Lapas.

“Dalam hal ini, kapasitas pemerintah berkewajiban menyediakan shelter tempat penitipan, pada saat anak dalam proses penyidikan, penuntutan dan setelah persidangan yang sudah diamanatkan undang-undang,” ujarnya.

Adapun data anak pelaku kejahatan di Polrestabes Surabaya di tahun 2015 ada 17 anak, tahun 2016 ada 19 anak dan tahun 2017 ini ada 7 anak dalam dua bulan terakhir.

“Ini belum termasuk pelaku yang ditangani 23 Polsek,” katanya.

Ruth Yeni mengatakan, selama ini ada beberapa shelter yang menjadi jujugan para penyidik menitipkan anak pelaku kejahatan, diantaranya DP5A milik Bappemas Kota Surabaya yang hanya menerima anak yang penduduk asli Surabaya. Kemudian, Rehabilitasi Sosial di Dukuh Kupang dan Balongsari milik Pemprov Jatim dan Surabaya Children Crisis Center (SCCC) yang bekerjasama dengan Pemkot, serta Bapas Medaeng yang hanya menerima anak setelah ada putusan pengadilan.

“Seringkali di tempat-tempat itu kami harus ngantre dan muter-muter mencari shelter yang kosong,” katanya. (bid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs