Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengapresiasi dengan ditandatanganinya Perpres nomor 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
PBNU menilai kebijakan ini akan mengakhiri kontroversi tentang pelaksanaan full day school yang ditentang keras oleh PBNU dan beberapa ormas Islam.
Sikap PBNU itu disampaikan Said Aqil Siradj Ketua Umum PBNU pada suarasurabaya.net di Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Dalam pemahaman PBNU terbitnya Perpres untuk menganulir Permendikbud No. 23/2017 tentang hari sekolah untuk melahirkan putra-putra didik, generasi bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur bangsa, berakhlakul karimah, cinta tanah air, senantiasa mengedepankan tolong menolong antar sesama.
Di lingkungan NU model penguatan pendidikan karakter sudah berjalan lama bahkan sejak NKRI belum berdiri yakni melalui pesantren dan sampai kini juga melalui model pendidikan Madrasah Diniyah (Madin) melalui swadaya masyarakat.
“Karena itu, NU menolak program full day school yang ditawarkan Mendikbud karena akan mematikan madrasah,” kata Said.
Perpres PPK yang diumumkan di depan pimpinan beberapa ormas Islam, tidak memuat kebijakan delapan jam kegiatan belajar mengajar.
Dalam Perpres tersebut hanya mengatur bahwa penyelenggaraan PPK pada jalur pendidikan formal dilaksanakan selama enam atau lima hari sekolah dalam satu minggu.
Adapun ketentuan hari sekolah diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan bersama-sama dengan Komite Sekolah/Madrasah.
Penetapan waktu sekolah juga harus mempertimbangkan sejumlah hal di antaranya kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan saran dan prasarana, kearifan lokal serta pendapat tokoh masyarakat atau tokoh agama di luar Komite Sekolah.
Tujuan PPK, dalam Perpres tersebut adalah untuk membangun dan membekali siswa sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 sekaligus merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
Menurut Presiden, sebelum Kepres ini ditandatangani sudah meminta masukan dari berbagai pihak. (jos/dwi/ipg)