Lembaga Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menemukan jika 80 persen sampah yang mengapung di Sungai Surabaya adalah popok bayi. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan karena popok bayi mengandung banyak senyawa kimia yang berbahaya.
“Popok bayi menyebabkan pencemaran lingkungan dan baru bisa terurai setelah 500 tahun,” kata Riska Darmawanti, Peneliti Senior Ecoton, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Jumat (7/7/2017).
Menurut dia, sodium poliakrilat (SAP) yang banyak digunakan dalam popok dihasilkan dari minyak bumi sehingga dikhawatirkan mengandung senyawa toksin. Selain itu, SAP seringkali dihubungkan dengan sindrom keracunan (Toxic Shock Syndrome).
Penggunaan popok dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan bakteri tumbuh dan meningkatkan resiko infeksi TSS. Bahkan dari hasil penelitian menunjukkan jika pegawai yang bekerja pada pabrik yang menghasilkan poliakrilat sering menderita kerusakan organ (wanita), serta kehilangan berat badan secara drastis dan kelelahan.
“Karena kemampuan serapnya yang sangat ekstrem inilah, poliakrilat juga menyerap kelembaban dari kulit dan menyebabkan ruam dan menyebabkan pendarahan pada jaringan skrotal dan perineal,” kata dia.
Selain itu, pemutih popok dihasilkan dari klorin yang menghasilkan senyawa dioksin. Dioksin ini sering menyebabkan gangguan terhadap sistem endokrin, kanker, dan cacat reproduksi dan berkembangan.
Tidak hanya itu, pewangi yang ada di dalam popok juga mengandung senyawa ptalat yang terbukti menyebabkan gangguan sistem endokrin dan dikategorikan sebagai racun sehingga penggunaannya dibatasi. Pewangi pada popok juga bisa menyebabkan iritasi.
“Popok juga mengandung tributilin (TBT) yang merupakan toksin yang berpotensi mengganggu aktivitas gen dan menyebabkan obesitas. Dalam banyak penelitian yang mengunakan hewan uji dan hewan liar, terbukti bahwa TBT menyebabkan ikan dan siput mengalami pergantian jenis kelamin,” ujarnya.
Dengan banyaknya kandungan berbahaya dalam popok, para pakar kesehatan menganjurkan penggunaan popok bagi bayi di bawah enam bulan harus diganti sebanyak 5 kali sehari. Sedangkan untuk anak di atas 6 bulan, popok harus diganti 3-5 kali sehari.
“Selama ini, orang mempercayai bahwa suleten yang diderita bayi karena popok bayi dibakar. Padahal suleten ini akibat dari kandungan di dalam popok yang sudah bercampur dengan kencing bayi,” ujarnya.
Begitu banyaknya kandungan berbahaya yang terdapat di dalam popok inilah yang membuat Econton mendesak Pemerintah Kota Surabaya segera membersihkan Kali Surabaya dari popok bayi yang saat ini ditemukan banyak mengapung di sungai tersebut. (fik/ipg)