Industri Hulu Migas Nasional ibarat nenek yang sudah sulit dilirik oleh lawan jenis. Cadangan minyak nasional yang tereksplorasi tapi belum tereksploitasi hanya 0,02 persen dari cadangan minyak dunia.
Ini dikatakan Priyandono Hermanto Humas SKK Migas Jawa Bali, Nusa Tenggara (Jabanusa), dalam Media Gathering yang digelar Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ) 2017, di Banyuwangi, Rabu (7/9/2017).
Priyandono mengatakan, cadangan minyak Indonesia di antara negara-negara lain berada di peringkat 27. “Bahkan jauh di bawah Malaysia,” ujarnya.
Ini yang membuat Investor berpikir dua kali untuk masuk ke Indonesia. Karena investasi di bidang hulu migas di Indonesia akan menjadi sesuatu yang sangat spekulatif.
Indonesia, menurut Priyandono, sampai sekarang masih menjadi negara yang krisis Energi. “Memang produksi minyak di Indonesia masih di angka 800 ribu barrel per hari, tapi konsumsi masyarakat Indonesia per hari ini antara 1,5 juta sampai 1,6 jt barrel per hari,” katanya.
Industri hulu migas tidak lagi diharapkan menjadi pendapatan utama negara, hanya sebagai pendukung lokomotif ekonomi nasional.
“Setidaknya saat ini, K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) Hulu Migas sudah tidak boleh lagi memakai bank luar negeri dalam seluruh transaksinya. Jadi, meski hanya pendukung lokomotif ekonomi, kami masih bisa berpartisipasi meskipun penerimaannya belum maksimal,” katanya.
Arif Gunawan Sekjen Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) menekankan, pemerintah perlu serius menggalakkan eksplorasi dalam industri hulu migas.
“Kalau pemerintah saja tidak melirik eksplorasi, gimana cadangan migas kita meningkat? Apalagi meningkatkan produksi. Saat ini, kan, antara mau atau enggak (pemerintah,red) untuk eksplorasi,” katanya.
Arif berharap Pemerintah setidaknya menjalankan apa yang sudah termuat di Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yakni meningkatkan eksplorasi hulu migas hingga 300 persen.
Selama ini, cadangan minyak nasional di Indonesia hanya 50 persen. Padahal, menurut prediksi HAGI, pada 2050 mendatang produksi minyak nasional akan terus menurun.
HAGI memperkirakan, tanpa eksplorasi, produksi minyak nasional 33 tahun mendatang tidak lebih dari 100 ribu barrel per hari. Sedangkan kebutuhan minyak nasional mencapai 4,6 juta barrel per hari.
Tapi tidak cukup hanya eksplorasi, perlu upaya mengangkat sisa-sisa minyak di ladang-ladang minyak yang dianggap sudah tidak produktif atau biasa disebut Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan berbagai metodenya.
“Dua itu dilakukan, sudah. Minyak kita banyak kok yang belum terangkat,” ujarnya.
Namun, kata dia, upaya itu juga harus diimbangi dengan kemudahan bagi investor. Yakni dengan cara menyederhanakan pajak bagi kontraktor hulu migas.
“Perizinan kita itu masih menghambat investasi migas. Izin dari Kementerian ESDM saja ada 74 jenis. Ini sudah ada penyederhanaan. Tapi belum yang lain, totalnya ada 373 jenis izin yang perlu dipenuhi,” katanya.
Ini juga, kata Arif, yang menjadikan peringkat investasi hulu migas di Indonesia pada 2016 lalu, berada di urutan ke-79, terendah di asia Tenggara.(den/dwi/rst)