Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebelumnya telah menggelar diklat untuk perangkat desa terkait penyaluran dana desa. Ini disampaikan Anom Surahno Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Setdaprov Jatim menanggapi OTT di Pamekasan terkait kasus korupsi penyalahgunaan dana desa.
“Karena dinilai dana ini rawan dikorupsi jadi Pakdhe Karwo (Soekarwo Gubernur Jatim, red) sebelumnya sudah mengumpulkan perangkat desa untuk dididik dalam sebuah diklat untuk membuat perencanaan dan pelaporan dana desa,” kata Anom pada Radio Suara Surabaya, Kamis (3/8/2017).
Kata Anom, dana desa dari Kementrian Desa dengan program blue grand Kementerian Desa ini nilainya fluktuatif. Anggaran untuk tiap desa berbeda-beda bahkan bisa sampai miliaran.
Untuk alokasi dana desa ini kewajiban Pemkab-kota. Di Jatim semua kabupaten/kota menganggarkan alokasi dana desa (ADD). ADD itu mempertimbangkan kebutuhan tetap Kades dan perangkat desa. Jumlah penduduk, tingkat kesulitan geografik, masyarakat dan lain sebagainya itu menjadi salah satu pertimbangan ADD.
Di Jatim sendiri, kata dia, tahun 2017 ini ada 300 desa yang mendapatkan ADD untuk infrastruktur yang menunjang perekonomian desa.
“ADD dianggarkan oleh kabupaten/kota untuk membantu wilayahnya. Pemanfaatannya ada kesalahan, ADD itu jadi penghasilan tetap desa. Mungkin di Pamekasan itu ada perangkat desa kurang atau gimana,” ujar dia.
Untuk proses penyaluran dan adesa, Anom menjelaskan, harus ada perencanaan lewat Musdes, APBDes baru pelaksanaan. Harus ada gambar dan foto, baru dilaporkan pertanggungjawabannya. Laporan dana desa ini tahunan, jadi anggarannya juga pertahun. Jika semua berkas sudah lengkap, baru dana ini bisa dicairkan.
Jika dalam penggunaannya dana desa ini ada sisa anggaran maka semua harus dikembalikan. “Harus jelas sisanya dari Dana Desa, Alokasi Dana Desa atau BKD, harus dikembalikan,” ujar dia. (dwi/ipg)