Prof Dr Agus Taufik Mulyono, Ketua Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan, keputusan Mahkamah Agung mencabut 14 pasal Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum Tidak dalam Trayek, dalam jangka panjang akan berdampak pada masyarakat.
“Memang dalam waktu dekat ini tidak kelihatan dampaknya, tapi dalam jangka menengah dan panjang pasti terasa. Kalau sekarang ini, putusan ini hanya terasa euforianya saja. Ada yang merasa menang ada yang kalah,” katanya usai menjadi pembicara dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, di Hotel Papilio, Rabu (30/8/2017).
Menurut Agus, dalam jangka menengah dan panjang setelah MA mencabut 14 pasal penting berkaitan angkutan online dalam Permenhub 26/2017, masyarakat akan kebingungan.
Perlu diketahui, 14 pasal Permenhub 26/2017 yang dicabut oleh MA antara lain berkaitan dengan penentuan tarif angkutan online, kuota kendaraan, pengaturan kelaikan fungsi kendaraan, serta badan hukum bagi pengusaha angkutan online.
Menurut Agus, ini menjadikan tidak ada lagi tempat bagi pemerintah untuk mengatur kepastian hukum angkutan berbasis online di Indonesia.
“Sehingga, pemerintah nanti hanya akan berhadapan dengan konflik yang muncul (dari pencabutan ini,red). Pada akhirnya yang akan menjadi korban adalah masyarakat,” ujarnya.
Dampak yang akan dirasakan masyarakat, kata Agus, karena tidak adanya aturan yang pasti, maka masyarakat yang belum terdidik untuk berlalu lintas yang beradab dan berkeselamatan dan berbadan hukum akan kebingungan ketika terjadi persaingan yang tidak sehat.
Agus pun kembali mempertanyakan, apakah benar putusan MA itu seperti “putusan Tuhan di dunia” yang mutlak dan tidak bisa diubah. Padahal, dampak dari pencabutan aturan ini akan merugikan masyarakat.
“Bagi ahli hukum mungkin mutlak, tapi bagi masyarakat, kalau putusan itu masih menimbulkan keresahan, lantas bagaimana?”
Karena itulah, Masyarakat Transportasi Indonesia mengusulkan agar pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, bersama para pemangku hukum, dalam hal ini MA, kembali duduk bersama memikirkan dampak dari pencabutan aturan ini.
“Tidak ada cara lain. Kan, katanya putusan MA ini bahkan sudah melebihi putusan Tuhan. Berarti ini mutlak. Yang harus dibicarakan bersama lagi, bagaimana agar masyarakat pengguna transportasi terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Standarisasi kenyamanan pelayanan, itu kan, tanggung jawab pemerintah, bukan tanggung jawab perusahaan,” katanya.
Karena itu, kalau standarisasi yang telah dibuat oleh pemerintah dalam hal kenyamanan pelayanan angkutan online, termasuk di dalamnya keseimbangan regulasi antara taksi konvensional dengan taksi berbasis online, dicabut, maka masyarakat pengguna yang akan menjadi korban.
Sebelumnya, Cucu Mulyana Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan mengatakan, FGD yang pertama digelar pascaputusan MA ini memang untuk mencari solusi atas pencabutan pasal-pasal yang mengatur angkutan online.
Kemenhub, kata Cucu, akan menggelar FGD lanjutan dan berharap setidaknya mendapatkan hasil atau solusi yang komprehensif mengenai bagaimana seharusnya menata angkutan taksi online di Indonesia setelah FGD ketiga yang akan digelar pada kesempatan berikutnya.(den/rst)