Pemerintah tidak bisa sembarangan menggunakan data kependudukan yang tercatat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
Batasan penggunaan data kependudukan sudah diatur Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Hal itu ditegaskan David Yama Pelaksana Tugas Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Maka dari itu, David meminta masyarakat tidak usah khawatir terjadi penyalahgunaan data kependudukan dalam program registrasi ulang kartu telepon seluler prabayar yang sedang dilaksanakan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Berdasarkan Undang-undang, data kependudukan cuma bisa diberikan kepada KPU dengan cara Data Konsolidasi (DAK) dan DP4 yang diberikan 6 bulan sebelum Pilkada atau Pemilu. Selebihnya, tidak ada data kependudukan yang bisa diberikan kepada siapa pun,” ujarnya dalam diskusi publik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/11/2017).
Dukcapil di daerah juga tidak bisa memberikan data kepada siapa pun. Kalau KPU Daerah membutuhkan data, maka harus meminta kepada KPU Pusat.
“Ketika data sudah diberikan untuk proses Pemilu, mereka kemudian bisa memeriksa silang dengan data dinas dukcapil kabupaten/kota, kalau ada perubahan data seperti pemilih yang baru berusia 17 tahun, ada yang meninggal dunia dan sebagainya,” paparnya.
Kalau ada institusi/lembaga pemerintah lain yang mengajukan hak akses untuk kepentingan publik, lanjut David, maka Dinas Dukcapil memberikan hak akses yang cuma bisa dilihat untuk keperluan validasi, tidak bisa diambil (copy).
“Kalau ada kebocoran data, maka pelakunya harus ditindak tegas sesuai pasal 96 UU 24/2013 sebagai tindak pidana penyalahgunaan data, dengan ancaman pidana 10 tahun penjara serta denda Rp1 miliar,” tegasnya.
Lebih lanjut, David menegaskan Pemerintah tidak punya agenda menyalahgunakan data itu untuk kepentingan kelompok tertentu semisal kepentingan politik. (rid/iss)