Motif bunuh diri AP (17) pelajar SMA Negeri di kawasan Raya Prapen Surabaya pada Sabtu (16/12/2017) pagi di rumahnya Jl. Juwingan, Gubeng masih misterius. Namun, beberapa keterangan dari teman sekolah dan kolega yang melayat, AP seperti menghadapi tekanan psikologis.
Beberapa teman sekolahnya saat ditemui suarasurabaya.net di Masjid tempat jenazah dishalatkan mengatakan, AP merupakan tipikal anak yang tertutup. Sejak kelas X dia berperilaku suka menyendiri dengan memainkan handphone. Bahkan, pernah juga HP miliknya disita oleh guru.
Selain menyendiri, AP sering cerita ke teman-temannya kalau sebenarnya tidak ingin masuk di sekolah SMA tapi ingin ke SMK. Sementara, orang tua AP menginginkan anaknya sekolah di SMA.
“Soal keinginan ingin masuk SMK itu sering dikatakan sampai kelas XI kemarin,” kata salah seorang teman yang enggan disebut namanya.
Melihat sikap tertutup AP, teman-temannya tidak lantas menjauhinya. Malah beberapa teman berinisiatif mengajak AP untuk bergaul dan makan-makan di rumah temannya.
“Senin kemarin baru main ke rumah saya di daerah Rungkut, dia juga ceria ngobrol-ngobrol,” katanya.
Fakta dugaan tekanan psikologis itu juga diperkuat oleh pernyataan salah satu peziarah yang merupakan kolega orang tuanya. Dia mengatakan kalau orang tua korban memang disiplin dalam mendidik anak. Dulu, saat almarhum masih SMP pernah dileskan, tapi bapaknya tidak puas dengan hasilnya akhirnya diajari sendiri oleh bapaknya.
“Bapaknya memang pinter, anak ini juga pinter. Berulangkali juara, banyak piala dan piagam di rumahnya. Tapi, saat masuk SMA ini seperti tidak krasan,” kata dia. (bid/ipg)