PBNU tidak terpengaruh dengan sikap Muhammadiyah yang telah mengumumkan awal Ramadan dan Idul Fitri 1438 H.
Dalam menentukan awal ramadan, PBNU tetap menggunakan dua metode yakni hisab dan rukyat atau melihat wujud hilal.
Penjelasan sikap NU ini disampaikan Helmi Faesal Sekjen PBNU ,Jumat (17/3/2017).
Metode ini sesuai dengan anjuran Rosululullah yang menyebutkan berpuasa dan berhari rayalah kamu setelah melihat bulan.
Metode ini juga menjadi patokan bagi pemerintah untuk menetapkan puasa ramadhan maupun Idul Fitri.
Namun PBNU menghormati keputusan Muhammadiyah yang mengumumkan awal ramadhan dan Idul Fitri lebih cepat.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan posisi 1 Ramadhan 1438 H jatuh pada hari Sabtu Pahing (27/5/2017) Masehi.
Abdul Mukti Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menjelaskan, penetapan ini berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
“Sedang untuk 1 Syawal 1438 H jatuh pada hari Ahad legi (25/6/2017),” kata Abdul Mukti.
Mukti juga berharap metode dalam menetapkan awal Ramadhan maupun Idul Fitri tidak diperdebatkan. Sebab masing-masing punya keyakinan atas kebenaran metode yang dipergunakan.
Berdasarkan hisab atau hitungan kalender, tanggal 26 Mei 2017, hilal sudah ada. Maka ditetapkanlah awal Ramadhan 27 Mei 2017.
Tapi NU menyempurnakan hisab itu dengan pembuktian hilal itu terlihat mata itu tidak.
“Kalau hitungannya sama, tapi tidak ada satupun yang melihat hilal, hitungan digenapkan satu hari lagi. Ini perbedaannya,” kata Abdul Mukti. (jos/dwi/rst)