Di atas area lahan 37,4 hektar pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, dilakukan oleh PT Sumber Organik (SO). Investor ini bekerjasama dengan Pemkot Suarabaya dengan perjanjian Build Operate Transfer (BOT) selama 20 tahun.
Dari luas area TPA itu, investor mulai mengolah sampah menjadi listrik di pusat landfill seluas 22 hektar. Selebihnya untuk lokasi kantor, ipal dan proyek gasifikasi yang masih dalam proses.
Dari proyek Landfill pengolahan sampah menjadi lsitrik, sudah menghasilkan 2 Megawatt. Rencananya, proyek gasifikasi yang masih proses juga akan menghasil 8-9 Megawatt.
Muhammad Ali Azhar Manager Operasional TPA Benowo dari PT Sumber Organik (SO) mengatakan, sampah kota Surabaya yang khusus diterima TPA perharinya sebanyak 1.500 ton perhari. Sebagian besar gunungan sampah yang menumpuk di TPA telah diolah menjadi energi listrik hingga 2 MW (Megawatt). Bagaimana prosesnya?
Ali mengatakan, begitu sampah datang ke TPA harus melalui jembatan timbang untuk direkam berat sampah yang masuk ke TPA. Lalu, sampah diarahkan di titik buang untuk proses penurunan sampah. Di titik buang itu, sampah dikelola dengan perencanaan mingguan, bulanan, dan tahunan. Karena banyak pekerjaan yang mengikuti penataan sampah ini.
“Selain itu juga ada pemilahan sampah yang dilakukan pemulung, itu untuk menambah penghasilan mereka,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Kamis (16/2/2017).
Penataan gunungan sampah di TPA ini dibuat begitu rapi dengan dipadatkan dan dibentuk terasiring, untuk membuat pondasi agar gunungan sampah tidak longsor, dan membayakan. Tinggi gunungan sampah tidak boleh lebih dari 25 meter.
“Ini dilakukan untuk mencegah insiden gunungan sampah yang longsor dan bisa menimbulkan korban,” katanya.
Setelah itu sampah tertata rapi kemudian dilakukan penyemprotan untuk meredam bau atau menahan gas yang diahasilkan sampah agar bertahan di dalam. Kemudian gunungan sampah ditutup menggunakan tiga jenis cover, ada yang ditutup menggunakan tanah, terpal dan membran (plastik tebal).
Setelah sampah ditutup, barulah dipasang sumur-sumur yang berbentuk pipa untuk mengkondisikan gas agar bisa dialirkan ke fuel skid kemudian masuk ke gas engine. Dari gas engine itu kemudian bisa diproses menjadi listrik.
“Kami meimiliki dua gas engine, satu engine bisa menghasilkan 1 Megawatt (MW) energi listrik, sehingga kami bisa menghasilkan total 2 Megawatt listrik,” katanya.
Dalam proses dekomposisi (penguraian) sampah yang diambil gasnya untuk diolah menjadi listrik itu butuh ketelitian kontrol setiap jamnya. Ada petugas yang bergantian menjaga ruang kontrol (room control) untuk menjaga performa gas yang dihasilkan.
“Kalau ada penurunan performa gas, maka bisa terakam dan bisa ditndaklanjuti. Mungkin pipanya ada yang mengalami kebocoran atau tutup dari gunungan itu kurang raat bisa langsung diperbaiki,” katanya.
Menurut Ali, titik-tik gunungan yang digunakan mengurai sampah dengan teknologi Sanitary Lanfild ini dilakukan pembongkaran setiap 6-7 bulan. Sebab, untuk menambah lagi dengan sampah lain, karena yang menumpuk lama sudah terurai.
Setelah gas menggerakkan dua engine sampai menjadi tenaga listrik, kemudian dialirkan ke konekting dua penyulang listrik yang ada di Pakal dan Tambak Dono.
“Dua penyulang itu agar bisa berfungsi secara bergantian, kalau yang di Pakal rusak masih bisa pakai Tambak Dono,” katanya. (bid/dwi/ipg)