Kepolisian Daerah Jawa Timur akan melakukan pengawasan terhadap keberadaan media mainstream maupun media sosial agar tidak dijadikan alat propaganda bermuatan sara serta melanggar aturan jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018.
“Ke depan kandidat pasti akan menggunakan media baik yang mainstream maupun media sosial maupun promosi, tidak sedikit yang justru saling serang ini yang tidak boleh,” kata Komisaris Besar Polisi Frans Barung Mangera Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur usai memimpin sosialisasi bahaya opini negatif pilkada dan pilgub 2018 di Markas Polda Jawa Timur, Kamis (28/9/2017).
Sosialisasi kali ini diikuti oleh personel humas seluruh polres yang ada di Jawa Timur. Mereka diminta untuk melihat dan memantau hadirnya beberapa media massa maupun media sosial yang ada di daerahnya masing-masing khususnya pemberitaan tentang pilkada.
“Karena area ciber itu tidak mengenal teritori. Misalnya yang pilkada Kediri, maka bisa saja operatornya ada di luar Kediri bahkan di luar Jatim. Jadi pemantauan harus dilakukan bersama-sama di berbagai wilayah,” kata Barung Mangera.
Dalam hal ini, personel humas kepolisian bersama tim cyber polri akan ikut melakukan pemantauan terhadap media-media yang ada. Dari identifikasi awal diketahui untuk saat ini media baik mainstream maupun media sosial masih sebatas digunakan untuk sosialisasi.
“Tidak menutup kemungkinan masuk ke Undang-undang ITE, digunakan untuk isu sara atau melakukan penyerangan terhadap kandidat lain yang menggangu kamtibmas, maka di situ polisi akan turun,” ujarnya.
Selain melakukan pengawasan, personel humas di seluruh polres juga harus melakukan counter opini yang dinilai menyesatkan yang kadang muncul dari media sosial yang tidak bertanggung jawab. (fik/rst)