
Hari buruh sedunia yang juga diperingati oleh buruh dari berbagai wilayah di Jawa Timur, berpusat di Surabaya, Senin (1/5/2017), juga menyuarakan kondisi buruh transportasi pelabuhan.
Mohammad Imam Muzakki Ketua DPW Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) mengatakan, buruh transportasi pelabuhan menuntut perusahaan dan pemerintah menghapus sistem kerja kontrak dan outsouching.
Dia menegaskan, sektor transportasi bukan sekadar sektor penunjang perusahaan, tetapi berperan pokok dalam sistem produksi perusahaan.
“Kami para sopir transportasi pelabuhan selama ini hanya diposisikan sebagai mitra bagi perusahaan bukan bagian dari perusahaan. Ini jelas melanggar undang-undang ketenagakerjaan,” katanya kepada suarasurabaya.net, Senin (1/5/2017).
Muzakki menyebutkan tuntutan berikutnya, yakni klaim kecelakaan kerja yang memberatkan para sopir pelabuhan.
“Rata-rata kecelakaan kerja dibebankan penuh kepada pihak sopir, padahal di Undang-undang Lalu Lintas, ada aturan tentang pembebanan ganti rugi itu harus ditanggung bersama perusahaan,” ujarnya.
FBTPI juga menuntut waktu lembur rata-rata di sektor transportasi hampir dua jam lebih, tapi kelebihan jam itu tidak dibayar oleh perusahaan sebagai upah lembur.
“Padahal, di Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, jam kerja itu 8 jam. Selebihnya dihitung upah lembur,” katanya.
Pada aksi May Day 2017 yang berpusat di Kantor Gubernur Jatim, 500 buruh transportasi pelabuhan ini bergabung dengan buruh dari Pertamina Surabaya dan Pertamina Banyuwangi. Mereka juga bergabung bersama buruh Trailer Kajar Mas Motor Wilangon, PT Berlian, dan PT Sriwijaya. (bid/den)