“Rek ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan. Rek ayo rek, rame-rame bebarengan.”
Lirik lagu “Rek Ayo Rek” ciptaan Is Haryanto ini menggambarkan bagaimana masyarakat Surabaya di zamannya, menjadikan Tunjungan Plaza sebagai jujugan malam minggu.
Sejak dulu, Jalan Tunjungan terkenal sebagai pusat kawasan bisnis. Mulai dari Hotel Majapahit yang dulu sempat bernama Hotel Oranje di zaman penjajahan Belanda, atau Hotel Yamato di zaman penjajahan Jepang.
Ada peristiwa bersejarah yang terjadi di hotel itu. Perobekan Bendera Belanda warna biru oleh Arek-Arek Suroboyo di puncak bangunan hotel itu.
Selain itu, ada bangunan Siola. Pertama kali berdiri pada 1923 silam, bangunan itu dikenal sebagai Whiteaway Laidlaw, toko serba ada milik konglomerat asal Inggris.
Sekitaran 1940, gedung itu diambil alih Jepang. Namanya pun berubah menjadi Toko Chiyoda.
Baru pada 1964 silam, Soemitro, Ing Wibisono, Ong, Liem, dan Aang, lima pengusaha ini sepakat bekerja bersama membangun pusat perbelanjaan dan menamai bangunan itu, Siola. Akronim huruf awal nama mereka.
Bangunan itu sempat berubah nama menjadi Tunjungan City pada sekitaran 2011 lalu. Baru beberapa tahun belakangan, Pemkot Surabaya kembali meletakkan letter block Siola di puncak gedung, dan letter block Tunjungan di tikungan Jalan Genteng Kali.
Tapi fungsi bangunan ini sudah berubah. Gedung Siola tidak lagi menjadi pusat perbelanjaan. Di dalamnya, justru terdapat mal perizinan, yang disebut-sebut oleh salah seorang Menteri, pertama ada di Indonesia.
Kawasan Jalan Tunjungan sekarang, bukan kawasan Tunjungan di masa lalu. Sudah sangat jarang, Arek Suroboyo mlaku-mlaku nang Tunjungan.
Di sepanjang jalan itu, sebagian besar bangunan kini berfungsi sebagai kantor. Kebanyakan, kantor perbankan. Hanya beberapa toko beretalase kaca yang masih bertahan.
Widodo Suryantoro, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya mengatakan, ada kurang lebih 70 bangunan di sepanjang Jalan Tunjungan.
Sebagian di antara bangunan itu, sudah ditetapkan oleh Wali Kota Surabaya sebagai Bangunan Cagar Budaya.
“Tunjungan akan menjadi destinasi jalan-jalan, yang di kiri kanannya terdapat kafe, ada juga hiburan. Maunya seperti itu. Tapi bentuknya bagaimana, bangunannya seperti apa, itu yang lagi digodok,” ujarnya.
Pemkot Surabaya, melalui Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021, berupaya membangkitkan lagi kenangan Arek Suroboyo mengenai Tunjungan di masa lampau.
“Kami akan angkat lagi konsep historis dan legendaris Jalan Tunjungan. Revitalisasi secara bertahap kami lakukan, untuk mengembalikan fungsinya sebagai public center bagi masyarakat Surabaya,” ujar Herlambang Sucahyo Kabid Sarana dan Prasarana Bappeko Surabaya.
Segitiga Emas di kawasan Tunjungan, juga terdiri dari Jalan Praban, Blauran dan Embong Malang yang dikenal sebagai sentra bermacam produk, juga akan diaktifkan kembali.
“Dulu Blauran terkenal dengan toko emas. Praban terkenal sebagai pusat perdagangan industri sepatu rumahan. Embong Malang juga dikenal sebagai lokasi bisnis kreatif, seperti biro iklan, juga jasa pembuatan piala,” ujar Herlambang.
Tunjungan di masa yang akan datang rencananya akan kembali dilintasi Trem. Karena didedikasikan untuk trem, Pemkot akan memperluas pedestrian untuk pejalan kaki.
Ornamen atau fasilitas di sepanjang Jalan Tunjungan akan diperbaiki atau ditambah. Penerangan Jalan Umum, sampai kursi di pedestrian.
Fasilitas itu, nantinya juga untuk mendukung koridor Tunjungan ketika siap menjadi window shopping. Pemkot, kata Herlambang, sedang mengarahkan pemilik bangunan agar mengerahkan seluruh potensi bisnisnya.
“Selain window shopping, kami berharap di bagian luar bangunan juga bisa menjadi tempat untuk nongkrong,” katanya.
Tidak hanya koridor Jalan Tunjungan saja, revitalisasi secara bertahap juga sudah menyentuh ke perkampungan di sekitar Jalan Tunjungan. Ada Kampung Ketandan dan Kampung Kebangsren.
“Public space di kampung ini kami hidupkan lagi. Ada pendapa bisa digunakan sebagai tempat berkumpulnya warga setempat, juga fasilitas jalan, serta saluran air,” katanya.
Revitalisasi Kawasan Jalan Tunjungan ini, kata Herlambang, diharapkan selesai sebelum akhir RPJMD, 2021 mendatang. Sehingga masyarakat Surabaya bisa kembali menikmati mlaku-mlaku nang Tunjungan.
Sekadar diketahui, di Jalan Tunjungan ini akan digelar Surabaya Urban Culture Festival (SUCF) 2017 persembahan Suara Surabaya Media bekerjasama dengan Pemkot Surabaya dan Polrestabes Surabaya. SUCF yang digelar kelima kalinya dilaksanakan Minggu, 21 Mei 2017 pukul 15.00-22.00 WIB. Ini sekaligus untuk menyemarakkan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-724.
Tema SUCF 2017 kali ini: Tunjungan Awake. Sesuai tema, festival budaya urban Surabaya ini berupaya membangkitkan Tunjungan sebagai bagian dari sejarah Surabaya. Kata Awake dalam bahasa Inggris berarti “bangun.” Sebuah spirit kebangkitan. Sedangkan dalam Bahasa Jawa, kata itu berarti “tubuhnya,” yang merujuk pada Tunjungan sebagai bagian tubuh Kota Surabaya.
SUCF 2017 berupaya mengajak kaum urban di Surabaya untuk bangkit dengan ide-ide kreatif, lalu mengaplikasikannya sebagai bagian dari kegiatan sosial dan ekonomi di Surabaya, di tengah era Milenial.(den/ipg)