Dadoes Soemarwanto, mantan Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur periode 1999-2004, dan Farid Al Fauzi mantan Anggota Komisi C periode yang sama, menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (31/3/2017).
Dadoes mengaku pernah mendapat surat disposisi dari pimpinan DPRD terkait permintaan izin pelepasan aset PT PWU. Pihaknya langsung menindak lanjuti surat tersebut dengan menggelar rapat dengan menghadirkan pihak yang berkompeten, seperti dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Setelah melakukan rapat, Komisi C juga minta saran dan pendapat dari Kementerian Dalam Negeri.
“Rapat melibatkan biro hukum Pemprov Jatim, hingga minta saran ke Kementerian Dalam Negeri. Karena setiap rapat ada perbedaan pendapat,” kata Dadoes di persidangan Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Dahlan Iskan, Jumat (31/3/2017).
Ada pihak yang mempertanyakan, apakah pelepasan aset masih perlu persetujuan DPRD sesuai Pasal 14 Peraturan Daerah (perda) Nomor 5 Tahun 1999. Di sisi lain, ada yang berpendapat cukup mengacu pada Undang-Undang PT (perseroan terbatas).
“Perda sendiri dibuat oleh Anggota DPRD sebelum kami menjabat (sebelum periode 1999-2004). Sedangkan ketika kami menjadi Anggota Komisi C, PWU sudah berbentuk PT,” ujar Dadoes.
Menurutnya, jika BUMD sudah berbentuk PT, maka sudah tidak perlu ada lagi kewenangan dewan untuk membahas pelepasan aset. “Komisi C bulat menyatakan, pelepasan aset PT PWU diproses sesuai UU Perseroan Terbatas (PT), tidak perlu izin DPRD karena sudah bukan kewenangan kami,” urai Dadoes.
Sementara, Farid Al Fauzi yang sekarang duduk di Komisi VII DPR RI dari fraksi partai Hanura, juga mengungkapkan, rekomendasi dari Komisi C tidak langsung diterima pimpinan DPRD saat itu. Namun, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu dengan mengundang pimpinan fraksi untuk ikut membahas mengenai rekomendasi.
Bisjrie Abdul Jalil Ketua DPRD saat rapat mengeluarkan surat bernomor 38/PWU/02/II/2002. Melalui surat tertanggal 24 September 2002 diputuskan pelepasan aset diproses sesuai dengan Undang-Undang PT. Surat itu sekaligus sebagai jawaban atas permintaan izin yang diajukan oleh PT PWU.
“Kebetulan saya saat itu selain anggota komisi C juga pimpinan fraksi, jadi saya tahu detailnya,” kata Farid politisi Partai Hanura.
Tapi, keterangan saksi ahli yang dihadirkan penasehat hukum Dahlan Iskan tersebut, banyak dibantah
Sedangkan, Trimo Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai keterangan saksi masih belum bisa mematahkan semua isi dari dakwaan jaksa.
“Berdasarkan Perda nomor 5 tahun 1999, tentang pembentukan PWU. Bahwa penjualan aset itu harus ada persetujuan dari DPRD Jawa Timur. Jadi yang dibahas itu lebih banyak mengenai surat pemberitahuan saja. Bukan persetujuan. Artinya, selama pelepasan aset itu tidak ada persetujuan. Untuk melepaskan aset itu harus dapat persetujuan dan dilakukan rapat paripurna terlebih dahulu,” kata Trimo.
Pieter Talaway salah satu penasehat hukum Dahlan Iskan, tersangka kasus tersebut, berpendapat, saksi ahli mengetahui semua proses pelepasan aset sesuai dengan fakta yang ada.
“Surat itu bukan atas nama pribadi Ketua DPRD Komisi C, melainkan dari hasil rapat bersama. Dan sudah diserahkan sepenuhnya pada undang-undang perseroan. Artinya sudah jelas, kalau PWU itu harus tunduk dalam undang-undang PT,” ujar Pieter. (bry/iss)