Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya memaknai Idul Adha sebagai momen keikhlasan. Momen dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, untuk mengingatkan manusia: apa yang dimiliki saat ini hanya titipan dari-Nya.
“Apa yang kita miliki sekarang ini bukan milik kita. Makna kedua Idul Adha adalah soal keikhlasan. Ikhlas memberikan yang kita miliki, yang walaupun kita cintai, kepada orang lain. Ikhlas itu susah, lho,” katanya.
Keikhlasan terberat baginya, kata Risma, adalah merelakan waktu dengan keluarga. Memfokuskan waktunya untuk menjalankan tanggung jawab sebagai seorang wali kota.
“Nah kadang-kadang, teman-teman kan mesti nanya, “Bu bagaimana dengan waktu keluarga?” Apakah saya ikhlas berbagi dengan orang lain dengan mengorbankan kepentingan pribadi saya. Ya jawabannya ini (momen Idul Adha,red) yang saya berikan,” ujarnya.
Idul Adha, hari besar keagamaan umat Islam diperingati setiap 1 Zulhijah dengan Salat Id dan berkurban.
Kurban kambing atau sapi ini meneladani keikhlasan Nabi Ibrahim A.S. memenuhi perintah Allah SWT menyembelih putranya sendiri, Nabi Ismail A.S., hingga Allah SWT pun menggantinya dengan seekor kambing.
Risma mengatakan, ada momen di Idul Adha 2015 silam ketika dia mengikuti Idul Adha di halaman Balai Kota Surabaya yang masih dia ingat sampai sekarang. Saat itu, dia sampai harus berbicara dengan seekor sapi kurban.
“Saya pegang sapi itu, sapinya nangis. Aku ikut sedih. Lalu tak bisiki tuh sapi, “kamu memang berkurban tapi kamu menyenangkan orang lain,” tak bisiki gitu,” ujarnya lalu tertawa. “Sing takon karo sing mbisiki enggak beres (yang bertanya dan yang membisiki enggak beres). Tapi beneran, sapinya nangis.”
Risma tidak bisa memastikan, kenapa sapi itu menangis. Dia hanya bisa menduga, kemungkinan sapi itu sebelumnya sudah mendapatkan perlakuan tertentu yang cenderung kasar hingga kesakitan.
Pada Idul Adha 1438 Hijriah ini, Risma mengimbau agar momen berbagi ini tidak sampai berubah menjadi momen merugikan orang lain. Terutama bagi pedagang hewan kurban yang enggan membersihkan kembali lapak berdagangnya.
“Kalau di lahan Pemkot sudah tidak kami bolehkan habis jualan enggak dibersihkan lagi sampai baunya minta ampun. Tapi ada yang jualan di lahan kosong, diizinkan sama pemiliknya terus setelah jualan ditinggal begitu aja. Ini kan merugikan orang lain,” kata Risma.
Selain itu, bagi para ibu-ibu rumah tangga yang mendapat potongan daging kurban, setelah membersihkan daging-daging itu membuang limbahnya di tempat-tempat umum. Padahal, kata Risma, perilaku ini bisa menyebabkan penyakit. Tidak hanya bisa menjangkiti diri sendir tapi juga orang lain.(den/rst)