Cuci darah atau Hemodialisis bagi penderita gagal Ginjal butuh biaya yang tidak sedikit. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga pada penelitiannya menemukan solusi yang berpotensi meningkatkan hemodialisis dengan kinerja lebih optimal.
“Penanganan kasus gagal ginjal di Indonesia saat ini, menurut Menkes, terkendala biaya yang mahal dan keterbatasan alat cuci darah, sedangkan penderitanya sekitar 3000 orang dan banyak yang berakhir dengan kematian. Karena itulah kami berusaha membantu mencari solusinya,” terang Januardi Wardana ketua Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian Eksakta (PE), FST Unair.
Tim beranggotakan Bella Prelina, Ahya Isyatir Rodliyah, dan Zakiyatus Syukriyah, serta Januardi Wardana ini melakukan penelitian pada program PKM, dengan proposal berjudul: Potensi Cation Exchanger Zeolit A Sebagai Hemoadsorben Penderita Gagal Ginjal, mendapat dana Kemenristekdikti untuk program PKM tahun 2017.
Organ ginjal bertugas menyaring sisa-sisa metabolisme untuk dibuang keluar tubuh manusia. Apabila ginjal tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka akan mengalami gagal ginjal. Penyebab utama gagal ginjal ini antara lain pola hidup yang tidak sehat, serta akibat tingginya kadar uremik toksin dalam darah.
Ada berbagai macam jenis uremik toksin, salah satunya adalah kreatinin yang merupakan asam organik yang memiliki gugus nitrogen dan diproduksi dalam tubuh manusia, terutama pada hati, ginjal, dan pankreas.
Secara fisiologis, konsentrasi normal kreatinin dalam darah 1,2 hingga 5 mg/dL. Apabila melebihi batas, maka dapat dikategorikan sebagai penyakit gagal ginjal.
“Sementara itu proses hemodialisis selama ini biasanya terjadi dalam waktu relaif lama. Jadi pasien mengalami rasa sakit dan tidak nyaman. Untuk itu diperlukan suatu bahan tambahan yang mampu meningkakan kualitas hemodialisis. Melalui PKM-PE inilah kami meneliti kemampuan zeolit dan zeolit yang ter-imprinted kreatinin untuk adsropsi kreatinin,” tambah Januardi.
Penelitian PKM-PE ini dilakukan di Universitas Airlangga dan Amtec, Malaysia. Penelitiannya diawali dengan membuat zeolit terlebih dahulu. Bahan dasar yang digunakan adalah natrium aluminat, silikon dioksida, dan air. Pembuatan zeolit ini menggunakan metode hidrotermal pada suhu 1000C.
“Sedangkan imprinted zeolit merupakan zeolit yang telah tercetak porinya dengan pori kreatinin. Untuk membuatnya kami tambahkan larutan kreatinin ke dalam suspensi zeolit dan dilakukan ekstrak dengan air panas hingga pH-nya netral, sehingga harapan kami pori-pori zeolit yang terbentuk memliki kesamaan dengan pori-pori kreatinin dan proses adsorpsi semakin cepat berlangsung,” tambah Bella Prelina.
Zeolit yang dipilih digunakan karena mudah dalam sintesisnya dan memiliki potensi besar dalam penyerapan limbah metabolik penderita gagal ginjal. Zeolit memiliki sifat fisika dan kimia yang unik, yakni meliputi dehidrasi, adsorben dan penyaring molekul, katalisator dan penukar ion.
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, juga dimungkinkan sebagai material berpendukung hemoadsorben yang memiliki tingkat akurasi tinggi, sehingga menjadikannya adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
“Pada penelitian ini kami membuat zeolit dan zeolit yang telah terimprinted porinya. Kami meneliti kemampuan adsorpsinya dalam variasi waktu adsorpsi,” tambah Zakiyatus Syukriyah.
Juga ditambahkan oleh Januardi, bahwa dalam rentang waktu 15 menit, zeolit mampu mengadsorpsi kreatinin sekitar 40%. Sedangkan zeolit yang terimprinted sekitar 60%. Diantara keduanya, zeolit yang porinya telah terimprinted memiliki kemampuan lebih besar dibandingkan zeolit biasa.
“Karena zeolit yang ter-imprinted lebih selektif. Sekaligus membukikan bahwa zeolit memiliki kemampuan sebagai adsorben uremik toksin, sehingga memiliki potensi untuk hemodialisis kreatinin,” pungkas Januardi seperti dilansir dalam siaran persnya untuk suarasurabaya.net, Kamis (29/6/2017).(tok)