Selasa, 26 November 2024

MK Tolak Uji Materi Pasal Asusila, FPKS Mengaku Kecewa

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Ilustrasi

Jazuli Juwaini Ketua Fraksi PKS mengaku kecewa dan menyayangkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak mengabulkan permohonan uji materi pasal kesusilaan dalam KUHP padahal materi pemohon berangkat dari realitas nyata perilaku asusila dan amoral yang semakin marak dan mengancam masa depan generasi bangsa.

“Materi pemohon berangkat dari realitas nyata perilaku asusila dan amoral yang semakin marak dan mengancam masa depan generasi bangsa dan jelas tidak sesuai dengan karakter kebangsaan Indonesia yang beradab, bermartabat dan religius sesuai Pancasila dan UUD 1945,” kata Jazuli dikutip dari Antara, Jumat (15/12/2017).

Dia menilai permohonan itu adalah upaya mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermartabat, dan religius sesuai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai-nilai luhur bangsa.

Seharusnya menurut dia hal itu menjadi bagian dari tanggung jawab masyarakat untuk menjaga moral, karakter dan identitas bangsa.

“Saya menilai apa yang dimohonkan sejatinya sangat konstruktif bagi hukum positif yang berlaku khususnya terkait kesusilaan yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan lingkungan sosial dan problematika yang ada. Apalagi ini menyangkut moral dan karakter bangsa,” ujarnya.

Jazuli mempertanyakan bagaimana bangsa ini membiarkan perzinahan atau kumpul kebo tidak bisa dituntut hukum padahal moralitas universal jelas tidak membenarkan dan efek negatifnya juga nyata bagi lingkungan sosial dan masa depan keluarga Indonesia.

Hal itu dikatakannya terkait permohonan pemohon yang meminta agar Mahkamah mengafirmasi hukuman bagi perzinahan pada Pasal 284 KUHP yaitu mencakup hubungan badan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri alias kumpul kebo dapat dijerat dengan pidana.

“Perilaku perzinahan atau kumpul kebo juga bisa menjadi pintu masuk kejahatan seksual dan pelecehan,” katanya.

Jazuli juga menyoroti terkait permohonan pemohon juga meminta Mahkamah mengafirmasi hukuman bagi perbuatan pencabulan pada Pasal 292 KUHP berlaku juga bagi sesama jenis baik dilakukan oleh sesama orang dewasa, oleh orang dewasa dengan anak-anak, maupun dilakukan oleh sesama anak kecil.

Hal itu menurut dia adalah upaya pencegahan terhadap perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trans-gender (LGBT) yang jelas tertolak menurut Pancasila dan Konstitusi Negara.

“Kita tidak ingin perilaku menyimpang dan penyakit sosial itu semakin marak dan merusak masa depan bangsa kita. Di sana ruh dan semangatnya,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, melihat materi permohonan tersebut, permohanan uji materi sangat rasional, objektif, dan konstitusional. Selain itu menurut dia, dalil-dalil yang disampaikan menjadi problem sosial dan ancaman yang nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Upaya ini untuk mencegah meluasnya berbagai penyimpangan, kejahatan seksual dan penyakit sosial yang merusak masa depan genarasi bangsa. Uji materi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak, menjaga ketahanan keluarga, dan mengokohkan kebangsaan yang beradab, bermartabat, dan religius sehingga Mahkamah seharusnya menerimanya,” katanya.

Jazuli menilai Putusan MK tersebut tidak boleh membuat kita surut dalam menjaga moralitas dan mengokohkan karakter bangsa dan Fraksi PKS akan terus berjuang untuk menjaga moralitas bangsa dengan regulasi yang terhubung dengan Konstitusi dan Dasar Negara antara lain melalui lewat pembahasan RUU KUHP yang saat ini sedang dibahas di DPR.

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ketiga pasal tersebut mengatur soal kejahatan terhadap kesusilaan.

Permohonan uji materi Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 diajukan oleh Euis Sunarti Guru Besar IPB bersama sejumlah pihak.

Sementara dalam gugatannya pemohon meminta pasal 284 tidak perlu memiliki unsur salah satu orang berbuat zina sedang dalam ikatan perkawinan dan tidak perlu ada aduan.

Terkait pasal 292, pemohon meminta dihapuskannya frasa “belum dewasa”, maka semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa atau sudah dewasa.

Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan, pada prinsipnya permohonan pemohon meminta Mahkamah memperluas ruang lingkup karena sudah tidak sesuai dengan masyarakat. Sehingga mengakibatkan pada perubahan hal prinsip atau pokok dalam hukum pidana dan konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan suatu perbuatan pidana. (ant/ang/ipg)

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
29o
Kurs