Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai hukuman maksimal kepada predator anak belum optimal diterapkan.
“Aturan sudah ada tapi belum tahu bisa dilaksanakan atau tidak karena masih pro-kontra,” kata Abdul Haris Semendawai Ketua LPSK dalam keterangan tertulis yang dikutip Antara, Rabu (5/4/2017).
Semendawai merujuk pro-kontra itu dengan sikap dokter dalam mengibiri pelaku dan penolakan para aktivis hak asasi manusia.
Semendawai mengungkapkan pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak demi menambah efek jera bagi pelaku kejahatan seksual anak, mulai dari pemberatan sanksi pidana, pengumuman identitas pelaku, ancaman hukum tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk pelaku dewasa.
Lies Sulistiani Wakil Ketua LPSK menyoroti naiknya jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada polisi. “Belakangan kasus kekerasan seksual anak mulai mencuat,” ujar Lies.(ant/iss/ipg)