Toko-toko kelontong di Surabaya, menurut catatan DPRD Kota Surabaya, banyak yang gulung tikar seiring menjamurnya minimarket di Surabaya pada periode antara 2004-2009 lalu.
Masyarakat mulai terbiasa membeli berbagai barang kebutuhan rumah tangga di minimarket yang berkonsep swalayan. Toko kelontong yang ada di perkampungan pun makin ditinggalkan.
Mazlan Mansur, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, beberapa waktu lalu mengatakan, toko kelontong yang bertahan di kampung-kampung di Surabaya saat ini adalah mereka yang memiliki modal kuat.
Masalahnya adalah modal. Untuk bersaing dengan minimarket sebagai perusahaan bermodal kuat, toko kelontong pun harus memiliki kekuatan modal.
Solusinya adalah koperasi. Eko Haryanto Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Surabaya mengatakan, koperasi sangat mampu membuat toko kelontong di Surabaya berdaya.
Sebab, menurutnya, kekuatan Koperasi ada pada kepemilikan bersama dan semangat gotong royong. Berbeda dengan sistem kapitalis yang digunakan oleh perusahaan minimarket.
“Sistem kapitalis minimarket akan memunculkan segelintir konglomerat. Sedangkan koperasi untuk bersama. Koperasinya sejahtera, anggotanya juga sejahtera,” katanya kepada suarasurabaya.net, Kamis (16/2/2017).
Pemkot Surabaya, kata Eko, akan mendorong pembentukan koperasi jenis konsumen yang dapat menjadi wadah bagi masyarakat pemilik usaha toko kelontong di Surabaya.
Tidak hanya toko kelontong, koperasi konsumen ini juga dapat menjadi wadah bagi pedagang pasar tradisional, sentra usaha kuliner, usaha warga di rumah susun sewa, juga nelayan dan usaha rakyat lainnya.
“Supaya tidak kapitalis. Masyarakat Surabaya ini diarahkan supaya tidak kapitalis. Kami (Pemkot) upayakan agar segera dibentuk koperasi toko kelontong ini. Sekarang, perintahnya Bu Wali Kota, di rusun dulu,” ujar Eko.
Saat ini, Dinkop UMKM Surabaya sedang menyosialisasikan pembentukan koperasi ke beberapa warga rusunawa yang ada di Surabaya.
Data Dinkop UMKM, hingga 2017 ini, ada sebanyak kurang lebih 900 koperasi di Surabaya. Eko mengatakan, dari jumlah itu hanya 20 persennya saja yang tidak aktif.
Tahun ini juga, Dinkop UMKM Surabaya menargetkan sebanyak-banyaknya penambahan jumlah koperasi di Surabaya. “Yang tidak aktif kami dorong supaya aktif lagi,” ujarnya.
Adapun jenis koperasi di Surabaya, kata Eko, dominan koperasi jenis jasa dan konsumen. Dia berharap, dengan semakin banyaknya koperasi, warga Surabaya menjadi lebih sejahtera.(den/dwi)