Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Telekomunikasi Indonesia menyatakan siap untuk menjadi pelaksana dari Badan Cyber Nasional yang akan dibentuk.
“Diminta untuk infrastruktur dan lain-lain kami siap, tapi bukan domain-domain kita. Jika Telkom diminta bantuan maka kami siap jadi pelaksana,” kata Fajar Harry Sampurno Deputi Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN kepada Antara di Jakarta, Selasa (17/1/2017) malam.
Tapi jika untuk struktur dan sebagainya, ia mengatakan Telkom bukan pada posisinya. Selasa (17/1) sore, Kementerian BUMN dan PT Telekomunikasi Indonesia mengadakan rapat bersama dengan Komisi VI DPR RI di komplek MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Pembicaraan lebih kepada teknis bagaimana PT Telekomunikasi Indonesia mengelola data serta operasional yang sekiranya dilakukan jika sudah terbentuk Badan Cyber Nasional.
Dalam rapat tersebut beberapa anggota legislatif dari Komisi VI juga mempertanyakan bagaimana proses penyadapan bisa terjadi, serta bagaimana penanggulangan permasalahan jika pusat data berada di luar dari Indonesia.
Kekhawatiran akan disalahgunakan data yang dipercayakan kepada operator luar negeri masih menjadi bahan diskusi.
Sebelumnya, Bambang Soesatyo Ketua Komisi III DPR meminta Presiden Jokowi memperkuat unit siber di Kepolisian, Badan Intelijen Negara, dan Kementerian Pertahanan, untuk menangkal potensi serangan siber yang marak belakangan ini selain rencana pembentukan Badan Siber Nasional.
“Penguatan semua unit siber itu menjadi sangat penting untuk menangkal potensi serangan siber yang marak belakangan ini, termasuk serangan yang mengganggu aspek pertahanan dan keamanan nasional, serta serangan yang berpotensi merusak ketertiban umum,” kata Bambang di Jakarta, Senin (16/1).
Dia mengatakan untuk merespons serangan siber dari mana pun, Indonesia saat ini sudah memiliki unit “Cyber Deffence” di Kementerian Pertahanan, “Cyber Intelligence di BIN, dan “Cyber Security” di Polri.
Menurut dia, karena tantangannya terus tereskalasi, penguatan unit-unit siber di Polri, BIN dan Kementerian Pertahanan itu perlu menjadi perhatian khusus dari Presiden Jokowi.
“Eskalasi tantangan itu bisa dilihat dari keberhasilan agen rahasia Rusia menjebol pertahanan siber Amerika Serikat (AS). Badan-badan intelijen AS seperti CIA dan FBI sudah membuat pengakuan terbuka bahwa jaringan agen rahasia Rusia berhasil membobol pertahanan mereka,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan melalui serangan siber, Rusia mampu mengintervensi pemilihan Presiden AS, November 2016, dan sukses membantu kemenangan calon dari Partai Republik Donald Trump.
Dia mengatakan, pembobolan pertahanan siber AS oleh Rusia itu tidak hanya membuat malu CIA dan FBI, tetapi juga membangun rasa cemas di AS.
“Komunitas agen rahasia AS dalam FBI maupun CIA kini mencemaskan masa depan keamanan nasional negeri itu,” katanya.
Dia menilai pengalaman buruk AS itu patut dijadikan pelajaran oleh pemerintah Indonesia, apalagi Indonesia tidak hanya rentan serangan siber, tetapi juga sudah punya pengalaman buruk oleh serangan intelijen asing. (ant/ipg)