Kementrian Perhubungan masih merumuskan kembali poin-poin pengaturan angkutan online yang telah dicabut oleh Mahkamah Agung (MA).
Wachid Wahyudi Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Provinsi Jawa Timur mengatakan, rapat terakhir dijanjikan paling lambat 1 November 2017 dan kebijakan baru sudah bisa dikeluarkan Kemenhub. Dan sampai 1 November 2017, Peraturan Menteri No.26 Tahun 2017 masih berlaku sehingga sampai hari ini pun pihaknya masih memproses perizinan angkutan online yang sudah masuk ke Dishub Jatim.
“Meskipun unjuk rasa dijamin UU, kami berharap unjuk rasa dalam menyampaikan tuntutan atau pendapat bisa berjalan dengan tertib. Dari tuntutan itu kami bisa mengakomodir untuk kemudian kami ajukan ke Kemenhub khususnya terkait poin-poin yang dicabut MA,” kata Wachid pada Radio Suara Surabaya.
Wachid menyebutkan, poin yang dicabut diantaranya terkait tarif, wilayah operasi, kuota, SPMK atas nama badan hukum, memiliki paling sedikit lima armada, STNK harus sesuai domisili cabang dan larangan menetapkan tarif promo.
“Kami harap semua pihak bersabar. Pemerintah sedang mencari win-win solution bersama pakar transportasi, masyarakat transportasi Indonesia dan pihak lain agar angkutan online dan konvensional bisa sama-sama jalan,” ujar dia.
Peraturan Menteri No.26 Tahun 2017 itu, kata dia, sebenarnya sudah mengupayakan perlakukan yang sama antara angkutan online dan konvensional. Misalnya angkutan online wajib punya SIM A umum, kendaraan wajib Uji KIR, harus ada tarif batas atas dan bawah, harus ada kuota, esensinya ada perlakuan yang sama antara online dan konvensional.
Masalahnya, lanjut dia, poin-poin itu dicabut MA yang tentunya MA mempunyai pertimbangan lain.
“Oleh karena itu beberapa hari yang lalu, kami diundang Dirjen Perhubungan Darat untuk membahas ini. Saat rapat di Kemenhub, kami mengusulkan tarif tetap diatur karena kalau tidak akan ada persaingan tidak sehat. Kuota juga harus tetap diatur supaya tidak saling membunuh. Karena pemilik angkutan nantinya tidak akan dapat apa-apa,” katanya.
Wachid menjelaskan, saat ini angkutan online masuk ke golongan angkutan sewa yang berarti komitmen antara pengguna dan pemilik angkutan sehingga tidak ada ketentuan tarif. Jadi pihaknya mengusulkan agar masuk ke golongan taksi agar memiliki batasan tarif.
Sebenarnya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri No.26 Tahun 2017, pemerintah sudah meminta angkutan online untuk mengajukan izin. Perusahaan aplikasi juga didorong jadi perusahaan angkutan.
Sejauh ini ada 2.308 kendaraan yang izinnya sedang diproses di Dishub Jatim dan baru 38 kendaraan yang izinnya sudah keluar. Kenapa lama? Kata Wahic, karena kendaraan harus menunggu uji Kir serta kelengkapan persyaratan lain agar sama dengan angkutan konvensional.
“Saya menyambut baik unjuk rasa ini. Semua usulannya akan diakomodir Gubernur untuk nanti kita komunikasikan ke Dirjen Perhubungan Darat, Kemenhub. Sebelum keluar PM No.26 sebenarnya Gubernur sudah mengambil sikap cepat memerintahkan kami membuat rancangan Pergub. Tapi arahan kami karena kewenangan pusat dan ini jadi isu nasional mending tunggu kebijakan nasional. Sampai akhirnya keluar PM No,26 lalu dianulir MA. Nah ini kita putuskan juga menunggu hasilnya nanti 1 November,” katanya. (dwi)