Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta nonaktif, mengurungkan niatnya melakukan banding atas vonis 2 tahun penjara yang diputuskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kemarin, Fifi Letty Indra penasihat hukum yang juga adik kandung Ahok, mengajukan permohonan pencabutan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, atas kasus penodaan agama yang menjerat kakaknya.
Hari ini, Fifi bersama sejumlah penasihat hukum Ahok, antara lain Teguh Samudera dan I Wayan Sudirta, mendampingi Veronica Tan istri Ahok, menyampaikan alasan di balik keputusan itu.
Pertimbangan mencabut upaya banding itu, ada dalam surat yang ditulis tangan Ahok dari dalam Rumah Tahanan Mako Brimob, Depok, hari Minggu (21/5/2017), dan dibacakan istrinya Selasa (23/5/2017) hari ini di Jakarta.
Lewat surat itu, Ahok berterima kasih atas berbagai bentuk dukungan yang diberikan para relawan, seperti mengirim karangan bunga, kartu ucapan, dan beramai-ramai menyalakan lilin.
Ahok juga menyatakan, dia sudah belajar menerima keputusan majelis hakim meskipun berat. Hal itu demi kebaikan berbangsa dan bernegara.
Dengan menerima vonis dan tidak mengajukan banding, Ahok meminta pendukungnya tidak lagi melakukan unjuk rasa, yang mengganggu lalu lintas dan merugikan Warga DKI Jakarta.
Ahok juga khawatir, ada pihak lain yang menunggangi, kalau para pendukungnya terus berunjuk rasa.
“Kami dengan keluarga akan mendukung Bapak (Ahok) menjalankan hukuman ini. Kami merelakan Bapak menjalani hukuman demi kepentingan bersama, artinya kami tidak akan memperpanjang lagi apa yang diputuskan pengadilan,” ujar Veronica di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017).
Sekadar diketahui, memori banding adalah tanggapan jaksa dan penasihat hukum terdakwa atas vonis yang dijatuhkan hakim di pengadilan tingkat pertama.
Sejumlah poin dalam memori banding Ahok yang sempat diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, di antaranya berkaitan dengan vonis majelis hakim, dan tuntutan jaksa.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Ahok dengan pidana penjara 2 tahun, dan memerintahkan penahanan.
Majelis hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto menilai, Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama, seperti diatur Pasal 156a Huruf A Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sedangkan jaksa penuntut umum menilai Ahok melanggar Pasal 156 KUHP, dan meminta hakim memvonis 1 tahun penjara dengan massa percobaan 2 tahun.
Ahok menjadi perhatian publik dan harus berurusan dengan hukum, karena mengaitkan Surat Al Maidah ayat 51 dengan Pilkada, waktu pidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. (rid/ipg)