Yenny Sucipto Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengatakan munculnya praktek suap dari Kementerian dan Lembaga ke auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilakukan karena ingin mengejar opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Untuk itu, Yenny menjadi sangsi terhadap kementerian dan lembaga yang oleh BPK kemudian dalam auditnya mendapat opini dengan predikat WTP tersebut.
Pernyataan Yenny ini disampaikan menanggapi adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah auditor dan pejabat BPK serta pejabat dari Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Jumat (26/5/2017).
“Kita agak sangsi juga dengan adanya opini hasil pemeriksaan kemudian menghasilkan opini yang dikejar beberapa kementerian dan lembaga. Ini mungkin lebih mengejar target Wajar Tanpa Perkecualian (WTP) begitu,” ujar Yenny saat dihubungi suarasurabaya.net, Sabtu (27/5/2017).
Jadi, kata Yenny, opini-opini yang kemudian dikeluarkan BPK itu menjadi satu diantara target, baik di Kementerian atau Lembaga maupun di tingkatan daerah. Dan Itu menjadi salah satu bentuk pencitraan.
Dia bisa mengasumsikan bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan auditor BPK, ada penghilangan temuan di program maupun proyek yang mengarah kepada potensi kerugian negara.
“Di tiga hal, melihat pemeriksaannya secara administrasi, standard pengendalian internal, dan ketidakpatuhan yang mengarah pada kerugian negara, sehingga bisa saja kemudian untuk dihilangkan temuan-temuan itu,” kata dia.
Sejak dulu, Yenny, sebenarnya ingin jajaran-jajaran auditor itu mengedepankan kredibilitas, profesionalisme, independensi dan integritas, sehingga praktik-praktik suap bisa dihindari.
Untuk memilih jajaran-jajaran BPK yang profesional, kata Yenny, memang perlu di review kembali. Selama ini BPK bertanggung jawab kepada DPR. DPR yang memilih pimpinan-pimpinan BPK dan auditor-auditornya dipilih oleh pemerintah. Ini yang perlu di review kembali format seperti apa yang bisa mengedepankan integritas auditor tersebut.
“Makanya bentuk akuntabilitas administrasi yang perlu didorong soal transparansi dalam pemeriksaan. Bangunan transparansi inilah yang harus dibangun BPK dan DPR sebagai fungsi kontrol,” ujarnya.
Kata dia, proses rekrutmen di BPK baik Pimpinan maupun auditor juga harus transparan. Selain itu fungsi kontrol DPR jangan dari segi kuantitatif saja tetapi benar-benar mengontrol kerja-kerja BPK termasuk ke auditor-auditornya. (faz/bid/tok)