Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), malam hari ini mengumumkan penetapan Mas`ud Yunus Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka korupsi pengalihan anggaran tahun 2017 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto.
Sebelum menetapkan status tersangka, Penyidik KPK menemukan bukti keterlibatan Mas`ud Yunus bersama Wiwiet Febryanto Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, memberikan hadiah atau janji (suap) kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto.
“Dalam pengembangan penyidikan, MY Diduga bersama WF Kadis PUPR Kota Mojokerto yang diduga memberikan hadiah atau janji kepada pimpinan DPRD Mojokerto,” ujar Febri dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2017).
Atas perbuataan yang disangkakan, Yunus terjerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kamis (27/7/2017), Penyidik KPK memeriksa Wali Kota Mojokerto sebagai saksi dari tersangka Umar Faruq.
Usai menjalani pemeriksaan sekitar 10 jam, Yunus mengatakan tidak tahu dan tidak pernah memerintahkan bawahannya memberi suap kepada sejumlah Anggota DPRD Kota Mojokerto.
Seperti diketahui, kasus dugaan suap ini terungkap sesudah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mojokerto, Jumat (16/6/2017).
Dari OTT itu, KPK menyita uang sebanyak Rp470 juta. Diduga, Rp300 juta adalah bagian dari commitment fee pengalihan anggaran, dan Rp170 juta setoran tiga bulanan buat Pimpinan DPRD Mojokerto.
Sesudah melakukan pemeriksaan 1×24 jam, KPK menetapkan empat orang tersangka, yaitu Purnomo Ketua DPRD Kota Mojokerto, Abdullah Fanani dan Umar Faruq Wakil Ketua DPRD Mojokerto, yang diduga sebagai penerima suap.
Sedangkan Wiwiet Febryanto Kepala Dinas PUPR Kota Mojokerto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Pada 10 November 2017, Wiwiet mendapat vonis 2 tahun penjara serta denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan yang diputuskan Pengadilan Tipikor Surabaya.
Sedangkan tiga orang dari unsur DPRD, sekarang masih bersatatus terdakwa selagi menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. (rid/bid)