Jumlah kejahatan perbankan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Ini karena kemajuan IT justru memiliki kelemahan tersendiri bisa dipakai pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan.
AKBP Festo Ari Kasubdit 2 Perbankan/Cyber Ditreskrimsus Polda Jatim mengatakan, ada sistem-sistem transaksi yang bisa dihack atau dipalsukan sehingga transaksi bisa dimanipulasi.
“Modusnya diantaranya dengan mengakses melalui gadget dengan mendapat foto asli dan identitas palsu untuk meyakinkan korban,” kata Festo pada Radio Suara Surabaya.
Langkah antisipasi yang bisa dilakukan agar akun tidak dibobol, lanjut dia, dengan melakukan kombinasi PIN dan password harus diupdate. Selalu melakukan pengecekan apa ada kegiatan atau transaksi yang tidak kita lakukan tapi di rekening tercantum.
Selama ini, kata dia, pembobolan ATM masih ada yang dilakukan manual dengan pura-pura membantu. Selain itu ada lagi modus yang berkembang dengan mengambil data-data nasabah kemudian didaftarkan internet banking.
Kasus yang banyak dilaporkan ke pihak kepolisian, kata dia, lebih banyak berkaitan dengan IT. Korban tidak melakukan transaksi tapi tahu-tahu saldo berkurang. Kadang korban tanpa sengaja memberikan data atau clue untuk membobol rekening itu. Misalnya banyak penawaran yang kiranya menarik namun tanpa disadari hanya mengambil data kita.
“Kita harus benar-benar ngecek misalnya ada kejanggalan-kejanggalan. Kita ubah data serta cek dan ricek data dengan bank,” ujarnya.
Festo mengimbau, kalau ada kejahatan perbankan bisa dilaporkan ke polisi terdekat. Yang penting data yang dimiliki lengkap termasuk bukti transaksi dan lokasi.
“Tindakan selanjutnya, kami selidiki dengan kroscek bank yang bersangkutan lalu tracking ke transaksi pelaku. Penanganannya kasuistis tapi kami akan lakukan secara optimal,” katanya.
Kata Festo, sanksi kejahatan perbankan maksimal hukuman 5 tahun. Lalu apakah uang korban bisa kembali? Kata Festo, tergantung kasus dan putusan peradilan nanti seperti apa. (dwi)