Dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Jaringan Perempuan Peduli HAM (JPP-HAM) melakukan aksi damai “Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” di Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (10/12/2017).
Aksi tersebut dilakukan untuk mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) secara cepat oleh Komisi VIII DPR RI karena Undang-undang dengan sanksi yang jelas bagi pelaku kekerasan seksual sangat dibutuhkan.
Mardiko Saputro Ketua Pelaksana Aksi Damai mengatakan undang-undang tersebut sangat dibutuhkan sebagai salah satu solusi melawan darurat kekerasan seksual di Indonesia saat ini. Karena menyoroti kondisi darurat keamanan perempuan dan anak yang ada di Indonesia, khususnya Jawa Timur.
“Kalau RUU sebenarnya sudah diusung sejak tahun lalu secara nasional, tapi kalau tahun ini sudah masuk di Program Legislasi Nasional (prolegnas). Ada teman kami yang memberikan update, sekarang RUU itu ada di urutan ke tujuh. Kami harapkan RUU ini jadi prioritas,” kata dia.
Rancangan undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) mengatur banyak hal, tidak hanya mengatur tentang penanganan hukum atau sanksi pidana tetapi juga mengatur hak-hak korban, misalnya hak pendampingan dari ahli psikolog.
Secara nasional, Jawa Timur menjadi peringkat kedua setelah Jawa Tengah dengan jumlah 259.000 kasus kekerasan pada tahun 2016. Menurut Mardiko, kekerasan seksual sama halnya dengan fenomena gunung es, data yang dilaporkan tidak sebanyak dengan data yang ditutupi. Ada banyak faktor misalnya yang melakukan orang terdekat, secara mental belum siap untuk menyampaikan apa yang dialami.
“Jadi kami berusaha untuk menyerukan kepada masyarakat bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah riil yang mengancam kemanusiaan dan harga diri anak bangsa. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk adalah tanggung jawab kita semua,” kata dia.
Aksi damai dilakukan dengan menyebar ke semua titik area Taman Bungkul untuk memberikan penjelasan tentang kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sekaligus mengumpulkan tanda tangan dari masyarakat yang berlalu lalang.
“Kita kumpulkan dan ditargetkan ada seribu tanda tangan, lalu kita bawa ke Senayan sebagai bukti bahwa masyarakat Jawa Timur membutuhkan undang-undang ini untuk segera disahkan, harapannya tahun depan kita sudah punya UU itu,” kata dia.
Dengan berbagai informasi yang telah disampaikan kepada masyarakat, Mardiko berharap masyarakat ke depannya lebih berani mengungkapkan apa saja tentang kekerasan seksual baik melalui media sosial ataupun dilaporkan secara formal.
“Di Surabaya itu ada shelter atau hotline yang bisa dihubungi untuk masyarakat yang ingin mengadukan pengalaman kekerasan seksual,” kata dia.
Jaringan Perempuan Peduli HAM yang melakukan aksi tersebut diikuti dari berbagai LSM yang ada di Indonesia.
“Kami dari berbagai LSM, antara lain WYDII, PMII UINSA-UNIPA-UPN, Rotaract Surabaya, Sapulidi, Mantasa, GCDS Sulut, Swara Parangpuan, dan PSG UNAIR,” kata dia. (ang/dwi)