Masih jamak warga Surabaya yang mengeluhkan pengurusan sertifikat tanah melalui program Sertifikatkan Massal Surabaya! (SMS), sebagai bagian dari pilot project percepatan tanah bersertifikat nasional.
Rata-rata, warga mengeluhkan biaya bea pengalihan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh), yakni 5 persen BPHTB dan 2,5 persen PPh dari NJOP tanah, yang masih cukup mahal.
Kantor Pertanahan Surabaya II, beberapa waktu lalu telah berjanji mencari solusi yang bisa meringankan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk mensertifikatkan tanah, bekerjasama dengan perbankan.
Naizum Kepala Kantor Pertanahan Surabaya II mengatakan, sosialisasi kerja sama ini sudah beberapa kali dilakukan kepada pihak bank juga kepada masyarakat pengurus sertifikat tanah.
“Sudah ada beberapa bank yang aktif ingin berpartisipasi dalam kerja sama ini. Ada Bank Mandiri dan BRI. Sosialisasi juga sudah kami lakukan ke masyarakat,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Kamis (26/1/2017).
Pada praktiknya, dua bank tersebut bersedia memberikan pinjaman kepada masyarakat pengurus sertifikat yang dinilai layak, untuk keperluan membayar BPHTB dan PPh.
“Ini untuk masyarakat yang memang tanahnya tidak bermasalah dan sudah melengkapi pengurusan persyaratan administrasi,” ujar Naizum ketika ditemui di kantornya.
Namun, kedua bank itu mempunyai kriteria dan penilaian sendiri hingga akhirnya memberikan pinjaman biaya kepada warga sampai tanahnya bersertifikat.
Menurut Naizum, bank akan menyeleksi warga terutama yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Nantinya, warga terpilih selain mendapat bantuan biaya sertifikat, juga akan mendapat pinjaman modal usaha.
“Memang belum ada yang sudah mendapatkan pinjaman ini. Mungkin nanti setelah kami umumkan mana tanah warga yang tidak bermasalah dan sudah memenuhi syarat, bank baru akan bergerak,” kata Naizum.
Data Kantor Pertanahan II Surabaya menunjukkan, sejak program SMS dimulai pada Desember 2016 lalu hingga kini digelar di 41 kelurahan di Surabaya, sudah ada 4.000 orang pendaftar khusus untuk wilayah Surabaya II.
“Sudah kami lakukan plotting peta. Artinya mereka yang mendaftar memang belum punya sertifikat dan tanahnya tidak bermasalah. Mereka juga sudah melengkapi administrasi. Sebagian besar tanah pemohon ini juga sudah kami ukur,” ujarnya.
Naizum mengaku optimistis, program SMS di Surabaya sebagai pilot project yang juga dilakukan di beberapa kota besar lain seperti Jakarta, dapat mewujudkan Surabaya lengkap.
“SMS ini mudah-mudah bisa menjadikan Surabaya lengkap. Saat ini, data yang ada, tanah bersertifikat di seluruh Indonesia, termasuk Surabaya, baru 45 persen saja,” katanya.(den/ipg)