Kesuksesan pemerintah dalam menangkap dan membakar kapal-kapal asing pencuri ikan ternyata belum juga mampu meningkatkan hasil tangkapan ikan para nelayan lokal. Bahkan tangkapan ikan hingga kini tetap saja menurun dan belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ikan dalam negeri.
“Kita itu sebenarnya pusatnya ikan, tapi ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi seperti Tuna Cakalang dan Tongkol bahkan lemuru kita kekurangan,” kata Oki Lukito, pengamat perikanan dari Insan Bahari ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Selasa (24/1/2017).
Ikan jenis lemuru misalnya, sudah lima tahun ini nelayan tak bisa menangkap karena hilang dari peredaran, kalaupun ada maka jenis lemuru kecil yang bisa ditangkap sehingga perusahaan-perusahaan pengalengan ikan di Indonesia harus mengimpor lemuru jenis besar. Padahal, kata Oki, lemuru jenis besar harusnya banyak bisa ditemukan di perairan Indonesia Timur.
Begitu juga ikan salem yang kini juga impor, harus juga bisa ditemukan di seluruh perairan Indonesia. “Tapi nelayan kita tidak bisa menangkap ikan-ikan tersebut,” kata Oki.
Di Prigi, Trenggalek yang merupakan salah satu sentra ikan terbesar di Jawa Timur, saat ini produksi ikan tangkap dari para nelayan juga menurun. Jika dulu tiap tahun hasil tangkap nelayan mencapai 24 ribu ton pertahun, saat ini tak sampai 4,3 ribu atau menyusut lebih dari 500 persen.
“Katanya banyak ikan, tapi perikanan kok sepi. Saya menduka ini tetap saja ilegal fising masih beroperasi. Sekarang itu kapal-kapal besar itu parkir di Papu Nugini, mereka beroperasi di hari-hari tertentu dengan cara menyedot ribuan ton ikan, jadi tidak lagi menggunakan jaring,” ujarnya.
Selain itu, keberadaan ikan yang rata-rata berada di 120-200 mill laut juga tidak bisa dijangkau oleh para nelayan lokal yang mayoritas hanya mampu berlayar di 12 mill laut.
“Kalau memang serius pemerintah harusnya memberi bantuan kapal-kapal besar kepada nelayan sehingga mereka bisa mendapatkan ikan lebi banyak lagi,” kata Oki. (fik/dwi)