Badan Pusat Statistik (BPS) merilis di bulan Juni 2017 inflasi di pedesaan mencapai 0,23 persen atau lebih tinggi dari inflasi rata-rata nasional sebesar 0,23 persen. Dengan nilai ini, artinya inflasi pedesaan dalam beberapa bulan terakhir terus lebih tinggi dari inflasi di perkotaan.
Dari catatan yang ada pada Juni inflasi di pedesaan terjadi di 26 provinsi termasuk Jawa Timur ada di dalamnya. Jawa Timur sendiri pada bulan Juni mengalami inflasi sebesar 0,49 persen dengan inflasi tertinggi di Probolinggo yang mencapai 0,70 persen sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Malang
yaitu sebesar 0,37 persen.
“Dari catatan yang ada kelompok penyumbang inflasi di pedesaan adalahh bahan makanan, perumahan, makanan jadi serta transportasi,” kata Soekarwo Gubernur Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Inflasi di pedesaan terbilang aneh karena selama ini pedesaan apalagi di Jawa Timur menjadi penyumbang utama bahan pangan, bahkan menjadi penyumbang terbesar pangan baik itu padi, jagung, maupun daging baik ayam maupun sapi bahkan telur di Indonesia.
Lantas kenapa bahan makanan menyumbang inflasi pedesaan, padahal desa selama ini menjadi lumbung pangan ?”Saat ini orang pedesaan ternyata menjual gabah ke kota, kemudian mereka beli padi dari kota,” kata dia.
Padahal, petani harusnya bisa mendapatkan keuntungan berlebih jika gabah bisa dijadikan padi baru dijual ke pasaran.
Tingginya inflasi di pedesaan inipula yang dikawatirkan akan memicu semakin banyaknya urbanisasi pedesaan ke perkotaan paska lebaran kali ini.
Untuk mengatasinya, penguatan UMKM di pedesaan adalah solusi. Gairah hidup di desa dengan meningkatkan penghasilan juga harus dilakukan dengan cara membuat sektor pertanian lebih menggembirakan dan menyumbang keuntungan yang besar bagi petani. (fik/dwi)