Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada Wisuda ke-116 ini untuk kali pertama akan meluluskan doktor dari program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
Dua wisudawan doktoral yang merupakan angkatan pertama program PMDSU ITS ini juga tercatat sebagai lulusan doktor termuda dari ITS Surabaya, yakni berusia 27 tahun.
Program PMDSU adalah program beasiswa menempuh gelar doktor tanpa harus menempuh pendidikan S2 terlebih dulu. Dari sembilan orang yang terdaftar, pada wisuda ke-116 ITS ini baru akan meluluskan dua wisudawan terbaiknya dari Departemen Teknik Sipil, Sabtu (23/9/2017).
Hebatnya lagi, kedua doktor tersebut lulus dengan pujian atau cum laude. Keduanya adalah Asdam Tambusay yang berhasil lulus dengan IPK 3,97 dan Wahyuniarsih Sutrisno yang lulus dengan nilai IPK sempurna yaitu 4,00. Asdam merupakan alumni S1 Teknik Sipil Universitas Hassanuddin (Unhas) Makassar dan Wahyuniarsih berasal dari S1 Teknik Sipil ITS Surabaya.
Dalam menempuh pendidikan S3-nya, topik disertasi yang diangkat Asdam ialah penggunaan material engineered cementitious composite (ECC) dari mikrostruktur pada bangunan tahan gempa. Kekuatan beton yang dihasilkan dari material ini sama dengan kekuatan beton sesuai standard minimum bangunan yakni 20 Mpa.
“Bedanya adalah kekuatan tarik yang dihasilkan dengan ECC ialah 500 kali lebih besar dan meminimalisir lebar retak bangunan lebih kecil dari pada 0,1 mm,” jelas Asdam Tambusaay, Jumat (22/9/2017).
Pria kelahiran Agustus 1990 ini mengatakan latar belakang pembuatan desain gedung tahan gempa ini adalah dikarenakan Indonesia merupakan negara rawan gempa.
“Untuk tindak pencegahan pada bencana gempa, maka perlu dibangun bangunan yang anti gempa sehingga mengurangi besarnya kerusakan banguanan,” tutur pria yang berencana mengambil program post-doctoral tersebut.
Asdam mengaku untuk mendukung riset bangunan tahan gempa tersebut, Asdam harus melakukan riset hingga ke Edinburgh University, United Kingdom (UK) di Inggris.
Sementara Wahyuniarsih yang akrab disapa Wahyu mengusung disertasi yang mengangkat topik propagarsi retak akibat korosi (karat) pada beton bertulang. Wahyu menjelaskan disertasi yang dibuatnya ini berguna untuk memprediksi lebih dini kapan terjadi korosi pertama pada sebuah bangunan.
Sebab korosi tersebut dapat mengakibatkan menurunnya daya tahan bangunan tersebut. “Terutama di Indonesia yang saat ini sedang gencar membangung infrastruktur maritime, sehingga perlu memprediksikan sejak dini kapan terjadinya korosi untuk menjaga daya tahan beton bangunan,” ujar Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa proses korosi terjadi ketika air dan udara masuk ke dalam pori-pori bangunan hingga besi mengalami korosi. Dan jika korosi menyebar luas pada bagian besi lainnya akan menyebabkan bangunan tersebut hanya ditahan oleh beton.
“Jika bangunan hanya ditahan oleh beton dan kondisi besi sudah retak, maka bangunan tersebut akan kehilangan tulang penyangga sehingga rentan untuk mudah rusak. Itu dalam perhitungan prediksi saya yang menggunakan teori Fix Law,” kata Wahyu.
Wahyu mengaku pengerjaan disertasinya cukup rumit karena harus membahas tiga topik besar seperti korosi, rumus dan teknik sipil. Sehingga ia harus menggaet koleganya yang dari program S2 Teknik Sipil dan melakukan riset hingga ke Kumamoto University, Jepang.
Program PMDSU sendiri di ITS baru berlangsung mulai tahun 2013 lalu. Saat ini juga baru ada tiga departemen di ITS yang membuka program PMDSU ini yakni Teknik Sipil, Teknik Kimia, dan Teknik Elektro. Dari ketiga departemen tersebut, baru Teknik Sipil ini yang berhasil meluluskan mahasiswa doktoralnya.(tok/ipg)