Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Rabu (26/7/2017), mengukuhkan lagi 2 orang profesor. Prof Semin ST MT PhD dikukuhkan untuk jabatan profesor ke-116 bidang Ilmu Teknik Sistem Perkapalan, dan Prof Dr Ir Yoyon Kusnendar Suprapto MSc., dikukuhkan sebagai Profesor bidang Sistem Komunikasi Pengolahan Sinyal Digital di Grha Sepuluh Nopember ITS.
Berdasarkan penelitiannya, Semin optimistis bahan bakar gas mampu menghemat penggunaan energi pada armada maritim Indonesia hingga 50 persen.
Dalam orasi ilmiah pengukuhannya, dosen Teknik Sistem Perkapalan ITS ini mengambil judul: Aplikasi Bahan Bakar Gas Pada Armada Maritim.
Dalam orasinya disebutkan bahwa saat ini bahan bakar minyak sudah mulai menipis, sedangkan potensi bahan bakar gas masih melimpah dan belum banyak dimanfaatkan.
Pemanfaatan bahan bakar gas di dunia maritim akhir-akhir ini mulai dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi biaya operasional armada maritim dan mengurangi emisi di laut.
“Hal itu karena harga dan tingkat emisi bahan bakar gas lebih rendah dibanding harga bahan bakar minyak,” terang Prof Semin ST MT PhD.
Semin mengaku, penelitiannya ini selaras dengan perhatian beberapa pihak yang sangat berkepentingan dengan dunia maritim di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Kementerian Perhubungan RI, Kementerian Koordinator Kemaritiman RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, perusahaan minyak dan gas, operator pelabuhan, biro klasifikasi dan perusahaan pelayaran.
“Bahan bakar gas CNG dapat dijadikan pengganti bensin dan solar karena sifatnya yang ramah lingkungan. Selain itu, harganya juga relatif murah dan teknologi penyimpanannya cukup sederhana,” tambah Semin.
Sementara itu, mencoba membangkitkan kembali minat masyarakat pada gamelan, Prof Dr Ir Yoyon Kusnendar Suprapto MSc., dosen Teknik Elektro, memanfaatkan teknologi ciptakan perangkat Gamelan Digital.
Berkat penelitiannya ini, Prof Dr Ir Yoyon Kusnendar Suprapto MSc berhasil dikukuhkan sebagai Profesor bidang Sistem Komunikasi Pengolahan Sinyal Digital.
Pria yang akrab disapa Yoyon ini merasa bahwa minat masyarakat terhadap gamelan saat ini menurun, karena harga perangkat gamelan terbilang sangat mahal dan sulit untuk dibawa.
“Harga gamelan asli sangat mahal, sekitar 25 sampai 500 juta rupiah, sehingga tidak semua sekolah mampu membeli gamelan untuk memberi pelajaran pada siswa-siswanya,” terang profesor ke-117 di ITS ini.
Dari keprihatinan itu, muncul ide bagaimana menjadikan gamelan mudah dibawa kemana pun dan murah bagi semua orang. Inilah latar belakang pria kelahiran Surakarta ini menciptakan aplikasi bernama Gamelan Toetoel (Gatoel).
“Karena membunyikannya dengan cara ditutul (disentuh, red), makanya diberi nama Gatoel,” kata Yoyon.
Dalam aplikasi ciptaanya ini, terdapat banyak variasi alat gamelan yang dapat dipilih sesuai keinginan pengguna. Di antaranya adalah sinom, demung, peking, bonang panerus, bonang barung, selentem, dan kempul.
Cara memainkannya juga sangat mudah, yaitu hanya dengan menyentuh tangga nada alat musik yang ditampilkan pada layar touch screen dan kemudian akan terdengar sebuah nada dari gamelan tutul tersebut.
“Pengguna juga dapat meredam suara yang dihasilkan layaknya bermain gamelan sungguhan,” papar Yoyon, yang juga mengajarkan kepada mahasiswa-mahasiswa di ITS, terutama yang ada di Departemen Teknik Elektro proses bermain gamelan ini.
Yang lebih menarik, saat ini aplikasi tersebut dapat dinikmati semua orang secara gratis, agar semua orang lebih mudah mempelajari gamelan. “Gatoel sudah kami pasang di Google Play, jadi sudah bisa diunduh secara gratis,” pungkas Yoyon.(tok/rst)