Sabtu, 7 September 2024

Hari Raya Ketupat di Surabaya dan Makna Religiusnya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Hari Raya Ketupat. Foto: Antara

Sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia merayakan Hari Raya Ketupat seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya. Warga di desa atau di kampung ramai-ramai menganyam janur (daun kelapa muda), dibentuk kantong segi empat untuk wadah beras, yang kemudian direbus.

Tradisi Hari Raya Ketupat di Surabaya masih bertahan. Tapi semakin kemari, tradisi menganyam janur untuk ketupat sudah jarang terlihat di kampung-kampung yang ada di Surabaya. Masyarakat kota Metropolitan yang tinggal di kampung memilih membeli wadah ketupat yang sudah jadi di pasar-pasar tradisional.

Bahkan, tidak sedikit warga di Kampung yang membeli ketupat yang sudah matang, siap disajikan, demi alasan kepraktisan.

Demikian halnya di Kampung RW VI (dulu RW VIII) Maspati, Bubutan, Surabaya. Warga kampung ini termasuk yang mempertahankan tradisi di Hari Raya Ketupat, meski dengan cara yang lebih praktis dan efisien demi menonjolkan nuansa Hari Raya Ketupat.

Sabar Swastono Ketua RW VI Kampung Lawas Maspati mengakui, memang lebih banyak warga Kampung Maspati yang memilih membeli anyaman ketupat di pasar.

“Beli anyamannya di pasar, diisi beras lalu dimasak. Kalau sudah matang tinggal nanti pas hari raya ketupat, H+7 Lebaran, dibagikan ke warga sambil halal bihalal,” katanya.

Namun, tradisi halal bihalal di masing-masing RT di RW VI Kampung Maspati menurut Sabar berbeda satu dengan lainnya.

Tahun ini, sebagian RT sudah menggelar halal bihalal pada Hari-H Lebaran, Minggu (25/6/2017) kemarin. “Semua warga dari RT lain yang tidak mudik turut datang ke mushala kampung,” katanya.

Hanya sekitar 30 persen dari total 375 kepala keluarga atau sejumlah 1.750 orang warga di Kampung Lawas Maspati mudik ke desa atau kampung halaman saat Lebaran.

“Jadi, pas kegiatan halal bihalal seperti kemarin, suasananya tetap terasa semarak. Ramai,” katanya.

Biasanya, kata Sabar, RT yang menggelar halal bihalal saat ketupatan adalah RT II. Tahun ini, rencananya halal bihalal itu akan digelar sekitar H+10 Lebaran.

Sesuai aturan yang ada di kampung, seluruh warga Kampung Lawas Maspati di RW VI, sebisa mungkin hadir di acara itu untuk turut menjaga tradisi. “Kami memang punya aturan khusus soal menjaga tradisi ini. Bahkan warga pendatang di kampung ini harus menaati aturan ini,” katanya.

Salah satu isi aturan itu, seluruh warga kampung harus mengikuti semua kegiatan yang terselenggara di kampung, termasuk para pendatang. Aturan ini pun berlaku saat halal bihalal di Hari Raya Ketupat yang akan diselenggarakan di RT II Kampung Maspati.

“Karena tradisi ini bagian dari budaya. Dan saat ini, menurut saya, di Indonesia sedang terjadi krisis budaya. Ini lebih bahaya dari krisis agama,” katanya.

Makna Hari Raya Ketupat

Agus Sunyoto Budayawan dan Sejarawan yang juga ketua Lesbumi NU ini mengatakan, Hari Raya Ketupat sebenarnya diambil dari sebuah hadits. Bunyinya, Man shoma ramadhana tsumma atba`ahu syi`ta minsyawwalin fakaana shama kasiyaamidahron.

Artinya, Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti telah berpuasa selama setahun penuh.

“Nah, orang yang berpuasa seperti itu disebut kafah atau kafatan, artinya sempurna. Orang Indonesia menyebutnya kupat (ketupat),” ujarnya sebagaimana dikutip oleh nu.or.id, pada 05 Juli 2016 lalu.

Agus mengatakan, karena itulah orang Indonesia setelah berpuasa Syawal masih menggelar perayaan Hari Raya Ketupat, “artinya hari raya sempurna.”(den)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Dua Truk Terlibat Kecelakaan di Bungah Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Surabaya
Sabtu, 7 September 2024
29o
Kurs